bagaimana sholat dengan orang luar>>>berlanjut

Bagaimana Hukum Shalat Dipimpin Ahli Bid'ah ?
Ahad, 03 Januari 2010 - 05:29:57 :: kategori Aqidah
Penulis: Al Ustadz Qomar ZA, Lc
.: :.
بسم الله الرحمن الرحيم

Shalat di Belakang Imam Ahli Bid'ah

Al-Imam al Bukhari membuat sebuah bab berjudul:
"Keimaman Seorang yang Terlibat Fitnah dan Seorang Ahli Bid'ah"
Lalu beliau menyebutkan riwayat,
عَنْ عُبَيْدِاللَّهِ بْنِ عَدِيِّ بْنِ خِيَارٍ أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِي اللَّهم عَنْهم وَهُوَ مَحْصُورٌ فَقَالَ إِنَّكَ إِمَامُ عَامَّةٍ وَنَزَلَ بِكَ مَا نَرَى وَيُصَلِّي لَنَا إِمَامُ فِتْنَةٍ وَنَتَحَرَّجُ فَقَالَ الصَّلَاةُ أَحْسَنُ مَا يَعْمَلُ النَّاسُ فَإِذَا أَحْسَنَ النَّاسُ فَأَحْسِنْ مَعَهُمْ وَإِذَا أَسَاءُوا فَاجْتَنِبْ إِسَاءَتَهُمْ
Dari 'Ubaidullah bin 'Adi bahwa beliau masuk menemui 'Utsman bin 'Affan saat beliau dikepung maka ia mengatakan: Sesungguhnya engkau adalah imam jama'ah, dan telah menimpamu apa yang kami lihat dan (sekarang yang) mengimami kami adalah imam fitnah , kami merasa takut berdosa. Maka 'Utsaman berkata: Shalat adalah sebaik-baik apa yang dilakukan oleh manusia, maka jika mereka berbuat baik, berbuat baiklah bersama mereka dan jika mereka berbuat jelek maka jauhilah kejelekan mereka. [Shahih, HR Al Bukhari. lihat fathul bari :2/188 no: 695]

Ibnu Abi Zamaniin meriwayatkan dari Syabib ia mengatakan: Bahwa Najdah Al Haruri (orang khowarij) bersama teman-temannya datang (ke Makkah) maka ia melakukan perjanjian damai dengan Ibnu Zubair (yang menguasai Makkah saat itu, pent) lalu ia (Najdah) mengimami orang-orang selama sehari semalam dan Ibnu Az-Zubair sehari semalam, maka Ibnu Umar shalat di belakang mereka berdua, Sehingga seseorang mengkritik Ibnu Umar lantas beliau menjawab: Kalau mereka menyeru, 'Mari kepada amal yang baik', maka kita menyambutnya, dan jika mereka menyeru, 'Mari kita bunuh jiwa', maka kami mengatakan: Tidak!!. Dan beliau mengeraskan suaranya ['Usulussunnah karya Ibnu Abi Zamanin :3/1003 dinukil dari Mauqif ahlissunah, dan Al-Baihaqi meriwayatkan yang semakna: 3/122 dalam As-Sunanul kubra]

Ibnu Hazm mengatakan: Kami tidak mengetahui seorangpun dari sahabat berhalangan untuk shalat dibelakan Al-Mukhtar, Ubaidullah bin Ziyad dan Al-Hajjaj dan tiada orang fasiq yang lebih fasiq dari mereka. Allah telah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Dan tolong menolonglah kalian pada kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong pada perbuatan dosa dan permusuhan"
[Al Maidah:2] [Al Muhalla:4/302 dinukil dari dari Mauqif Ahlissunnah:1/351-352]

Ibnu Taimiyyah mengatakan: Adalah Abdullah Ibnu 'Umar dan selain beliau dari kalangan sahabat, shalat di belakang Najdah Al Haruri (seorang berpemahaman bid’ah khawarij) [Minhajussnnah:5/247 Mauqif:1/352]

'Umair bin Hani mengatakan: Aku melihat Ibnu 'Umar, Ibnu Zubair, Najdah, dan Al Hajjaj, maka Ibnu Umar mengatakan: Mereka (penduduk Makkah yang berperang) berjatuhan dalam neraka sebagaimana lalat jatuh ke dalam kuah. Tapi jika beliau mendengar seorang muadzin, beliau cepat-cepat menuju kepadanya -yakni muadzin mereka- lalu shalat bersama mereka [Al Mushonnaf karya Abdurrazzaq:2/387 As Sunanul Kubra, Al Baihaqi:3/122]

Abdul Karim Al Bakka': Saya mendapati sepuluh dari sahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam semuanya shalat di belakang imam yang jahat [Sunan Al Kubra:3/122 dan Al Bukhari dalam tarikhnya, lihat Fathul Bari karya Ibnu rajab:4/183]

Nafi' mengatakan: Bahwa Ibnu 'Umar menyendiri ke Mina saat pertempuran antara Ibnu Zubair dengan Hajjaj di Mina, lalu ia shalat di belakang Hajjaj. [Sunan Al Kubra:3/121]

Ibnu 'Umar shalat di belakang Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi demikian pula Anas bin Malik shalat di belakangnya [Al Bukhari, lihat Syarah At Thahawiyah:374]

Demikian riwayat dari sebagian sahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam yang membuktikan bahwa mereka shalat di belakang ahli bid'ah atau orang fasiq yang sekelas Hajjaj bin Yusuf selama mereka belum kafir.


Riwayat dari Tabi'in
Ja'far bin Barqon mengatakan: Saya bertanya kepada Maimun bin Mihran tentang shalat di belakang seseorang yang disebut khawarij, ia menjawab: 'Sesungguhnya engkau shalat bukan karena orang itu tapi karena Allah, dulu kami shalat di belakang Al Hajjaj padahal dia haruri azraqi (orang khawarij)'. Lalu aku memandangnya. Maka beliaupun berkata: 'Dia adalah yang kamu selisihi pendapatnya ia menganggapmu kafir dan menghalalkan darahmu, dan Hajjaj dulu semacam itu' [Fathul Bari, Ibnu rajab:4/183]

Al Hasan Al Basri ditanya tentang shalat di belakang ahli bid'ah maka beliau menjawab: Shalatlah, dan bid'ahnya ditangung imam itu sendiri [HR. Al Bukhari secara mu'alaq dan Sa'id bin Manshur dinukil dalam Fathul Bari:4/182 karya Ibnu Rajab dan Fathul Bari, Ibnu Hajar :2/188]
Al A'masy mengatakan: Adalah murid-murid besar Ibnu Mas'ud shalat jum'at bersama Al Mukhtar dan mereka mengharap pahala dari perbuatan itu. [Usulussunah karya Ibnu Abi Zamanin:3/1004 dinukil dari Mauqif Ahlissunnah]

Seseorang berkata kepada Al Hasan Al Bashri: Datang seseorang dari Khawarij mengimami kami, apakah kami shalat di belakangnya? Beliau menjawab: Ya, telah ada yang lebih jelek darinya mengimami orang-orang. [Usulussunah karya Ibnu Abi Zamanin:3/1005]
Qotadah mengatakan: Saya bertanya kepada Said Ibnu Al Musayyib: Apakah kita boleh shalat di belakang Al Hajjaj? Ia menjawab: Kami sungguh akan shalat di belakang orang yang lebih jelek darinya.
Inilah beberapa riwayat dari tabi'in yang sejalan dengan apa yang dilakukan para sahabat.
Selanjutnya dalam masalah ini kita perlu meninjau kepada dua keadaan:
Pertama: ketika tidak mungkin berjama'ah kecuali di belakang mereka, seperti pada shalat jum'at, khususnya jaman dulu yang sangat terbatas pelaksanaannya, atau shalat ied atau bahkan shalat lima waktu.
Kedua: ketika mungkin melaksanakan jama'ah di belakang selain mereka dari kalangan ahlussunnah dan tidak mengakibatkan makmum meninggalkan jama’ah.
Keadaan pertama, kondisi seperti itu justru harus shalat di belakang mereka, karena jika tidak berarti akan menimbulkan hilangnya shalat berjama'ah. Sebagaimana kita lihat pada sebagian riwayat-riwayat di atas dari para sahabat dan tabi'in yang menunjukkan demikian. Bahkan yang sengaja meninggalkannya justru dianggap oleh para ulama sebagai ahli bid'ah.

Ibnu Taimiyyah mengatakan:
(…Seandainya makmum mengetahui bahwa imamnya seorang ahli bid'ah dan mengajak kepada bid'ahnya atau seorang fasiq yang menampakkan kefasikannya sedang dia adalah imam rawatib yang tidak mungkin shalat kecuali di belakangnya seperti imam shalat jum'at dan dua hari raya dan imam di shalat haji di Arafah dan semacamnya maka makmum hendaknya shalat di belakangnya, (demikian) menurut mayoritas ulama' salaf dan khalaf (belakangan) dan itu adalah madzhab Asy Syafi'i, Ahmad dan yang lainya …Dan barangsiapa meninggalkan shalat jum'at dan jama'ah di belakang imam yang fajir/jahat maka dia adalah ahli bid'ah menurut imam Ahmad dan yang lainya dari kalangan imam ahlussunnah… [Al Fatawa:23/352-354]
juga beliau mengatakan: (…Adapun shalat di belakang imam ahli bid'ah maka masalah ini ada perselisihan ulama di dalamnya dan ada perinciannya.

Jika tidak ia dapatkan imam selainnya seperti shalat jum'at yang tidak didirikan kecuali di satu tempat, dua hari raya dan shalat-shalat saat pelaksanaan haji di belakang imam musim haji maka yang semacam ini tetap dilakukan di belakang orang yang baik dan orang yang fajir/jahat dengan kesepakatan Ahlussunnah wal Jama'ah. Dan yang meninggalkan shalat semacam ini di belakang para imam hanyalah ahli bid'ah seperti orang-orang Rafidhah/Syi'ah dan yang sejenisnya…[Al Fatawa:23/355]
Katanya juga : (…Oleh karenanya orang-orang yang meninggalkan jum'at dan jama'ah di belakang para imam yang jahat secara mutlak terangap -menurut ulama salaf dan para imam- sebagai ahli bid'ah …..[Al Fatawa:23/343-344]

Tapi, Apakah Shalatnya Dianggap Sah dan Tidak Perlu Diulangi?

Ibnu Taimiyyah mengatakan:
(…Yang benar adalah hendaknya ia melakukan shalat itu dan tidak mengulanginya, karena para sahabat, mereka shalat jum'at dan jama'ah di belakang para pimpinan yang fajir/jahat dan mereka tidak mengulanginya sebagaimana Ibnu Umar shalat di belakang Al Hajjaj, demikian pula Ibnu Mas'ud dan yang lainya shalat di belakang Al Walid bin 'Uqbah padahal dia saat itu minum khamr…dan dalam shahih Al Bukhari bahwa Utsman saat beliau dikepung maka seseorang mengatakan: Sesungguhnya Engkau adalah Imam jama'ah dan telah menimpamu apa yang kami lihat dan (sekarang) mengimami kami imam (pimpinan) fitnah, kami merasa takut berdosa. Maka 'Utsman berkata: ‘Sholat adalah sebaik-baik apa yang dilakukan oleh manusia maka jika manusia berbuat baik, berbuat baiklah bersama mereka dan jika meraka berbuat jelek maka jauhilah kejelekan mereka’.
Dan yang semacam ini banyak.
Dan orang yang fasiq dan mubtadi' shalatnya itu sendiri sah …[Al Fatawa:23/352-354]
Adapun jika tidak mungkin shalat kecuali di belakangnya seperti jum'at maka shalatnya (tentu juga) tidak perlu diulangi, dan mengulanginya adalah termasuk perbuatan ahli bid'ah) [Al Fatawa:23/343-344]


Ibnu Qudamah juga mengatakan: Wajib sholat jum'at dan menuju kepadanya, sama saja apakah yang mendirikannya itu seorang ahlussunnah atau ahli bid'ah, atau seorang yang adil/sholih maupun fasiq, imam Ahmad telah menyebutkan demikian…dan saya tidak ketahui dalam masalah ini ada khilaf (beda pendapat) antara para ulama. Dalilnya dalam masalah ini adalah keumuman firman Allah ta'ala:
إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
"Jika kalian diseru untuk shalat dari hari jum'at maka menujulah kepada dzikrullah dan tinggalkan jual beli" [Al Jumu'ah ayat:9]….Dan juga ijma' para shahabat, karena sesungguhnya Abdullah bin Umar dan yang lainnya dari para sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam mengikuti shalat jum'at di belakang Al Hajjaj dan yang sejenisnya, dan tidak terdengar dari para sahabat seorangpun dari mereka yang tidak mengikutinya. Abdulah bin Hudzail mengatakan: Kami saling mengingatkan tentang jum'at di masa Al Mukhtar, maka mereka bersepakat untuk mendatanginya, adapun perbuatan dustanya itu dia tanggung sendiri, dan karena jum'at itu adalah termasuk syi'ar agama yang tampak jelas serta yang mengurusinya adalah para penguasa atau yang diwakilkannya, maka tidak melakukan shalat jum'at di belakang orang yang semacam ini sifatnya akan berakibat lenyapnya shalat jum'at [Al-Mughni:3/169-170]

Ibnu Abil 'Izz Al Hanafi mengatakan: Barangsiapa yang meninggakan shalat jum'at dan jama'ah di belakang Imam yang fajir/jahat maka dia mubtadi' (ahli bid'ah) menurut mayoritas para ulama. Yang benar ia tetap shalat dan tidak mengulanginya [Syarah Ath Thahawiyah:374]


Adapun keadaan kedua, yaitu saat mungkinnya shalat di belakang selain mereka yaitu di belakang imam yang adil/shalih dari ahlussunnah maka para imam bersepakat tetang kemakruhan shalat di belakang mubtadi'/ahli bid'ah. [Mauqif Ahlissunnah 1/360]

0 komentar:

Posting Komentar