bagaimana sholat dengan orang luar>>>berlanjut

Pendapat Empat Madzhab
Madzhab Hanafi:
Dalam kitab Badai'ushona-i' disebutkan: Keimamam ahli bid'ah makruh hal itu telah disebutkan oleh Abu Yusuf, dalam 'al Amali' beliau katakan: Saya tidak suka kalau imam itu pelaku bid'ah karena manusia tidak suka shalat di belakangnya.
Tapi apakah boleh shalat di belakangnya? Sebagian guru kami mengatakan tidak boleh. Dalam kitab Al Muntaqa disebutkan sebuah riwayat dari Abu Hanifah bahwa beliau bependapat tidak boleh shalat dibelakan ahli bid'ah.
Yang benar bahwa jika bid'ahnya membuatnya kafir maka tidak boleh. Kalau tidak membuatnya kafir maka boleh namun tetap makruh. [Bada'iushana'i', Al Kasani:1/387]

Madzhab Maliki
Dalam salah satu riwayat dari Imam Malik disebutkan: …Imam Malik mengatakan: Kalau dia shalat maka tidak perlu mengulangi.
[Al Mi'yarul Mu'rib:2/338 dinukil dari Mauqif ahlissunnah:1/362]

Madzhab Asy Syafi'i:
Imam Nawawi mengatakan: Orang-orang yang semadzhab dengan kami mengatakan shalat di belakang orang yang fasiq sah tidak haram akan tetapi makruh demikian pula dimakruhkan di belakang ahli bid'ah yang belum dikafirkan dengan bid'ahnya dan tetap sah …Dan nash ucapan Asy Syafi'i dalam 'al mukhtashor' menunjukan kemakruhan shalat di belakang fasiq dan mubtadi' tapi kalau melakukannya tetap sah. [Al Majmu':4/150]
Ibnu Qudamah mengatakan: Al Hasan Abu Ja'far dan Asy Syafi'i membolehkan shalat dibelakan ahli bid'ah…dan karena dia (ahli bid'ah) adalah seseorang yang shalatnya sah maka bermakmum di belakangnyapun sah seperti yang lainnya [Al Mughni:3/18 lihat pula Mughni Al Labib:1/242 ]

Madzhab Hanbali:
Ibnu Qudamah mengatakan: Adapun shalat jum'at dan 'ied maka boleh shalat di belakang mereka. Dulu imam Ahmad shalat di belakang mu'tazilah demikian pula para imam semasa beliau. [Al Mughni:3/22]
Dari imam Ahmad ada sebuah riwayat yaitu bahwa shalat di belakang orang fasiq boleh [Al Mughni:3/20]


Sandainya Tetap Sholat di Belakangnya, Apakah Shalatnya Sah atau Tidak?
Dalam hal ini ada dua pendapat, Ibnu Taimiyyah menerangkan:
(… Adapun jika mungkin melakukan jum'at atau jama'ah di belakang imam yang baik maka itu lebih baik dari pada melakukannya di belakang orang yang fajir/jahat. Saat itu jika ia (tetap) shalat di belakang orang fajir/jahat tanpa ada udzur, maka masalah ini adalah lahan berijtihadnya para ulama.
Diantara mereka ada yang mengatakan: Ia harus mengulangi karena ia telah melakukan sesuatu yang tidak disyari'atkan, dimana ia tidak melakukan pengingkaran yang wajib ia lakukan, yaitu ketika ia shalat di belakangnya. Maka shalatnya di belakangnya itu terlarang sehingga ia mesti mengulanginya.
Diantara mereka ada yang mengatakan: Tidak perlu mengulanginya karena shalatnya itu sendiri sah …) [Al Fatawa:23/343-344]
(…Dan seandainya ia shalat di belakang orang yang diketahui bahwa ia fasiq atau ahli bid'ah/mubtadi' maka dalam hal sahnya shalat, ada dua pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad dan Malik sedang madzhab Asy Syaafi'i dan Abu Hanifah sah [Al Fatawa:23/351]
(…Adapun jika memungkinkannya di belakang selain mubtadi' ini, maka itu lebih baik dan lebih utama tanpa ada keraguan akan tetapi jika ia shalat di belakangnya maka dalam (hal sahnya) shalat ada pertentangan diantara ulama, madzhab Syafi'i dan Abu Hanifah sah shalatnya adapun madzhab Malik dan Ahmad maka dalam madzhab mereka ada perselisihan dan perincian) [Al Fatawa:23/355]

Jadi, kesimpulannya sebagai berikut:
Pendapat pertama, shalatnya sah dan tidak perlu mengulangi dan ini adalah pendapat Asy Syafi'i dan Abu Hanifah.
Abdullah bin Ahmad An Nasafi (dari ulama madzhab Hanafi) mengatakan: Dimakruhkan keimaman seorang budak hamba sahaya, Arab badui, fasiq dan ahli bid’ah [Kanzud Daqa'iq:1/369 dinukil dari Mauqif Ahlissunnah:1/360]
Nasr Al Maqdisi menukilkan dari Al Imam As Syafi'i ucapannya: Saya tidak suka keimaman seorang fasiq dan yang menampakkan bid'ah [Mukhtashor kitab al hujjah 'la tarikil mahajjah:570. Dinukil dari Mauqif Ahlissunnah:1/360]

Dan ini ternyata juga pendapat Imam Malik dalam salah satu riwayat dari beliau (…Imam Malik mengatakan: Kalau dia shalat maka tidak perlu mengulang.. dan Suhnun mengatakan: Kalau mengulangi itu baik dan kalau tidak mangulangi maka tidak mengapa, dan beliau menganggap lemah pendapat yang mengatakan mengulangi, beliau berpendapat untuk tidak mengulangi baik masih dalam waktu shalat atau di luar waktu, dan seluruh murid-murid Malik yaitu Ayshab, Mughirah …dan lainnya mengatakan: Tidak diulangi (sholatnya) di belakang mereka.[Al Mi'yarul Mu'rib:2/338 dinukil dari Mauqif Ahlissunnah, karya Asy-Syakih Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili:1/362]
Ini juga salah satu pendapat Imam Ahmad, beliau mengatakan: Dilakukan shalat di belakang orang yang baik dan yang fajir/jahat, tidak seorangpun dikafirkan dengan sebab dosa (selain dosa kekafiran besar-pent). [Ar Riwayataini wal wajhaini:1/172 dinukil dari Mauqif Ahlissunnah:1/362. Riwayat Harb.]

Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan bahwa yang mengulangi adalah termasuk ahli bid’ah (mubtadi'). [lihat, Al Mughni:3/20-22]
Dengan demikian pendapat ini telah disepakati oleh empat madzhab.

Pendapat yang kedua, shalatnya tidak sah dan harus mengulangi. Ini adalah pendapat Maliki dan Hambali dalam salah satu riwayat dari Imam Malik dan Imam Ahmad.

Imam Malik ditanya tentang seseorang yang shalat di belakang orang yang bermadzhab Qodari (ingkar taqdir): Maka beliau berpendapat untuk tidak shalat di belakangnya dan beliau mengatakan dalam hal shalat jum'at saya berpendapat kalau kamu takut dan khawatir terhadapnya maka shalatlah bersamanya, lalu kamu ulangi dengan shalat dhuhur [Al Mudawwanah:345 dinukil dari Mauqif Ahlissunnah:1/361]

Imam Ahmad mengatakan: Tidak perlu shalat di belakang (ahli bid’ah) Murji'ah, (ahli bid’ah) Rafidahah, dan fasiq kecuali jika takut dari mereka maka shalat di belakang mereka lalu mengulangi [Riwayat Abul Harits, Ar Riwayataini wal wajhaini:1/172 dinukil dari Mauqif Ahlissunnah:1/362]

Imam Malik mengatakan tidak sah di belakang orang yang fasiq tanpa di dasari takwil, seperti peminum khamr dan pezina. Sementara jumhur ulama berpendapat sahnya. Demikian kata An Nawawi [Al Majmu':4/150]

Nash-nash imam Ahmad yang lain menunjukan tidak boleh [lihat, Al Mughni:3/20-22]… dalam sebuah ucapan beliau menyuruh untuk mengulangi shalatnya . [lihat Al Mughni:3/20-22]

Demikian dua pendapat yang ada, namun pendapat yang pertama lebih kuat dan itu merupakan pendapat mayoritas para ulama, Imam An-Nawawi mengatakan: Imam Malik mengatakan tidak sah di belakang fasiq tanpa takwil seperti peminum, khamr dan pezina. Sementara jumhur ulama berpendapat sahnya. [Al Majmu':4/150]

Ibnu Taimiyyah mengatakan: …(Saat) memungkinkan shalat di belakang orang yang ia ketahui bahwa ia mubtadi' atau fasiq tapi memungkinkan pula shalat di belakang selainnya maka mayoritas para ulama' menganggap sahnya shalat makmum, [Majmu' Fatawa:3/280]
Adapun di antara alasannya adalah apa yang telah tersebut dari sela-sela nukilan ucapan para ulama' diatas.

Dari sini kita mengetahui salahnya sebagian kelompok atau individu yang meninggalkan shalat berjama'ah di masjid -dimana itu hukumnya wajib menurut pendapat yang kuat- dengan alasan imamnya adalah ahli bid'ah. Yang lebih unik adalah ketika ternyata dia sendiri ahli bid'ah, seperti terjadi pada sebagian lembaga dan jama'ah-jama'ah dakwah Islam di Indonesia ini.

Hanya kepada Allah aku mengadu.
Wallahua'lam bish showab

Disusun oleh Qomar Su'aidi ZA, 23


Footnote :
1. Maksudnya masuk dalam fitnah sehingga memberontak penguasa. [Fathul Bari]
2. Ibnu hajar mengatakan: Ahli bid'ah adalah yang meyakini sesuatu yang bertentangan dengan ahlussunnah wal jama'ah. Fahul bari: 2/188
3. Ibnu Hajar mengatakan: Yakni pimpinan fitnah [Fathul Bari:2/189]

(Dikirim oleh al ustadz Qomar ZA, Lc melalui email)

NB:I.Kalau Jamaah LDII betul2 Mankul Musnad Mutashil pastilah Mereka mengetahui penjelasan2/keterangan2 dari para ulama SALAF (Generasi zaman sahabat,Tabi'in wat tabi'uttabi'in)hingga ulama2 kholaf zaman ini dari berbagai kitab yang mereka tulis.
II.mohon maaf ini hanya 'copas' tapi tujuan saya agar akal sehatnya saudara2 kami LDII berfikir obyektif,mata hatinya terbuka tidak terus menerus tertutup oleh kabut subhat MANKUL MUSNAD MUTASHIL yang ternyata pemahaman mereka (LDII) jauh menyimpang dari pemahaman ULAMA2 SALAF.

0 komentar:

Posting Komentar