Mengenal Kelompok Pertama yang Menyimpang Dalam Islam

Laa hukma illa lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah Subhanahu Wata’ala). Kata-kata ini haq adanya, karena merupakan kandungan ayat yang mulia. Namun jika kemudian ditafsirkan menyimpang dari pemahaman salafush shalih, kebatilanlah yang kemudian muncul. Bertamengkan kata-kata inilah, Khawarij, kelompok sempalan pertama dalam Islam, dengan mudahnya mengkafirkan bahkan menumpahkan darah kaum muslimin..

Siapakah Khawarij ?

Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah di akhir masa kepemimpinan ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu yang mengakibatkan terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu. Kemudian di masa kepemimpinan ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, keadaan mereka semakin buruk. Mereka keluar dari ketaatan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, mengkafirkannya, dan mengkafirkan para shahabat. Ini disebabkan para shahabat tidak menyetujui madzhab mereka. Dan mereka menghukumi siapa saja yang menyelisihi madzhab mereka dengan hukuman kafir. Akhirnya mereka pun mengkafirkan makhluk-makhluk pilihan yaitu para shahabat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31)

Cikal bakal mereka telah ada sejak jaman Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Diriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Ketika kami berada di sisi Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau sedang membagi-bagi (harta), datanglah Dzul Khuwaisirah dari Bani Tamim, kepada beliau. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, berbuat adillah!” Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam pun bersabda: “Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.”

Maka ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Wahai Rasulullah, ijinkanlah aku untuk memenggal lehernya!” Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka, mereka selalu membaca Al Qur’an namun tidaklah melewati kerongkongan mereka [1], mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-ramiyyah [2], dilihat nashl-nya (besi pada ujung anak panah) maka tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat rishaf-nya (tempat masuknya nashl pada anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat nadhiy-nya (batang anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat qudzadz-nya (bulu-bulu yang ada pada anak panah) maka tidak didapati pula bekasnya. Anak panah itu benar-benar dengan cepat melewati lambung dan darah (hewan buruan itu). Ciri-cirinya, (di tengah-tengah mereka) ada seorang laki-laki hitam, salah satu lengannya seperti payudara wanita atau seperti potongan daging yang bergoyang-goyang, mereka akan muncul di saat terjadi perpecahan di antara kaum muslimin.”

Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Aku bersaksi bahwa aku mendengarnya dari Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan aku bersaksi pula bahwa ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu yang memerangi mereka dan aku bersamanya. Maka ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu memerintahkan untuk mencari seorang laki-laki (yang disifati oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, di antara mayat-mayat mereka) dan ditemukanlah ia lalu dibawa (ke hadapan ‘Ali), dan aku benar-benar melihatnya sesuai dengan ciri-ciri yang disifati oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.” (Shahih, HR. Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitabuz Zakat, bab Dzikrul Khawarij wa Shifaatihim, 2/744)

Asy-Syihristani Rahimahullah berkata: “Siapa saja yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpin yang sah, yang telah disepakati, maka ia dinamakan Khariji (seorang Khawarij), baik keluarnya di masa shahabat terhadap Al-Khulafa Ar-Rasyidin atau terhadap pemimpin setelah mereka di masa tabi’in, dan juga terhadap pemimpin kaum muslimin di setiap masa.” (Al-Milal wan Nihal, hal. 114)

Mengapa Disebut Khawarij ? [3]

Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata: “Dinamakan Khawarij dikarenakan keluarnya mereka dari jamaah kaum muslimin. Dikatakan pula karena keluarnya mereka dari jalan (manhaj) jamaah kaum muslimin, dan dikatakan pula karena sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): “Akan keluar dari diri orang ini…” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah berkata: “Dinamakan dengan itu (Khawarij) dikarenakan keluarnya mereka dari din (agama) dan keluarnya mereka dari ketaatan terhadap orang-orang terbaik dari kaum muslimin.” (Fathul Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari, 12/296)

Mereka juga biasa disebut dengan Al-Haruriyyah karena mereka (dahulu) tinggal di Harura yaitu sebuah daerah di Iraq dekat kota Kufah, dan menjadikannya sebagai markas dalam memerangi Ahlul ‘Adl (para shahabat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam). (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)

Disebut pula dengan Al-Maariqah (yang keluar), karena banyaknya hadits-hadits yang menjelaskan tentang muruq-nya (keluarnya) mereka dari din (agama). Disebut pula dengan Al-Muhakkimah, karena mereka selalu mengulang kata-kata Laa Hukma Illa Lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah Subhanahu Wata’ala), suatu kalimat yang haq namun dimaukan dengannya kebatilan. Disebut pula dengan An-Nawashib, dikarenakan berlebihannya mereka dalam menyatakan permusuhan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. (Firaq Mu’ashirah, 1/68-69, Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji, secara ringkas)

Bagaimanakah Mahdzab Mereka ?

Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata, madzhab mereka adalah tidak berpegang dengan As Sunnah wal Jamaah, tidak mentaati pemimpin (pemerintah kaum muslimin, pen), berkeyakinan bahwa memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin merupakan bagian dari agama. Hal ini menyelisihi apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam agar senantiasa mentaati pemerintah (dalam hal yang ma’ruf/ yang tidak bertentangan dengan syariat), dan menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam firman-Nya (yang artinya): “Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin) di antara kalian.” (An-Nisa: 59)

Allah Subhanahu Wata’ala dan Nabi-Nya Sholallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan ketaatan kepada pemimpin sebagai bagian dari agama… Mereka (Khawarij) menyatakan bahwa pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) telah kafir, tidak diampuni dosa-dosanya, kekal di neraka. Dan ini bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam Kitabullah (Al Qur’an). (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31-33)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Mereka berkeyakinan atas kafirnya ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu dan orang-orang yang bersamanya. Mereka juga berkeyakinan sahnya kepemimpinan ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu (sebelum kemudian dikafirkan oleh mereka, pen) dan kafirnya orang-orang yang memerangi ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu dari Ahlul Jamal.” [4] (Fathul Bari, 12/296)

Al-Hafidz Rahimahullah juga berkata: “Kemudian mereka berpendapat bahwa siapa saja yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka, maka ia kafir, halal darah, harta dan keluarganya.” (Fathul Bari, 12/297)

Peperangan Khawarij Dengan Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Setelah Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan terbunuh, maka orang-orang Khawarij ini bergabung dengan pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib. Dalam setiap pertempuran pun mereka selalu bersamanya. Ketika terjadi pertempuran Shiffin (tahun 38 H) antara pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib dengan pasukan shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan dari penduduk Syam yang terjadi selama berbulan-bulan -dikarenakan ijtihad mereka masing-masing-, ditempuhlah proses tahkim (pengiriman seorang utusan dari kedua pihak guna membicarakan solusi terbaik bagi masalah yang sedang mereka alami).

Orang-orang Khawarij tidak menyetujuinya, dengan alasan bahwa hukum itu hanya milik Allah dan tidak boleh berhukum kepada manusia. Demikian pula tatkala dalam naskah ajakan tahkim dari ‘Ali bin Abu Thalib termaktub: “Inilah yang diputuskan oleh Amirul Mukminin ‘Ali atas Mu’awiyah…” lalu penduduk Syam tidak setuju dengan mengatakan, “Tulislah namanya dan nama ayahnya,” (tanpa ada penyebutan Amirul Mukminin). ‘Ali pun menyetujuinya, namun orang-orang Khawarij pun mengingkari persetujuan itu.

Setelah disepakati utusan masing-masing pihak yaitu Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak ‘Ali dan ‘Amr bin Al-‘Ash dari pihak Mu’awiyah, dan disepakati pula waktu dan tempatnya (Dumatul Jandal), maka berpisahlah dua pasukan tersebut. Mu’awiyah kembali ke Syam dan ‘Ali kembali ke Kufah, sedangkan kelompok Khawarij dengan jumlah 8.000 orang atau lebih dari 10.000 orang, atau 6.000 orang, memisahkan diri dari ‘Ali dan bermarkas di daerah Harura yang tidak jauh dari Kufah.

Pimpinan mereka saat itu adalah Abdullah bin Kawwa’ Al-Yasykuri dan Syabats At-Tamimi. Maka ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu mengutus shahabat Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma untuk berdialog dengan mereka dan banyak keluar menemui dari mereka yang rujuk. Lalu ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu mereka, maka mereka pun akhirnya menaati ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, dan ikut bersamanya ke Kufah, bersama dua orang pimpinan mereka. Kemudian telah bertaubat darimereka membuat isu bahwa ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu masalah tahkim, karena itulah mereka kembali bersamanya. Sampailah isu ini kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, lalu ia berkhutbah dan mengingkarinya. Maka mereka pun saling berteriak dari bagian samping masjid (dengan mengatakan): “Tiada hukum kecuali untuk Allah.” ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu pun menjawab: “Kalimat yang haq (benar) namun yang dimaukan dengannya adalah kebatilan!”

Kemudian berkata kepada mereka: “Hak kalian yang harus‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu kami penuhi ada tiga: Kami tidak akan melarang kalian masuk masjid, tidak akan melarang kalian dari rizki fai’, dan tidak akan pula memulai penyerangan selama kalian tidak berbuat kerusakan.”

Secara berangsur-angsur pengikut Khawarij akhirnya keluar dari Kufah dan berkumpul di daerah Al-Madain. ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu senantiasa mengirim utusan agar mereka rujuk. Namun mereka tetap bersikeras mau bersaksi atas kekafiranmenolaknya hingga ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu dirinya dikarenakan masalah tahkim atau bertaubat. Lalu ‘Ali mengirim utusan lagi (untuk mengingatkan mereka)Radhiyallahu ‘Anhu namun justru utusan tersebut hendak mereka bunuh dan mereka bersepakat bahwa yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka maka dia kafir, halal darah dan keluarganya.

Aksi mereka kemudian berlanjut dalam bentuk fisik, yaitu menghadang dan membunuh siapa saja dari kaum muslimin yang melewati daerah mereka. Ketika Abdullah bin Khabbab bin Al-Art -yang saat itu menjabat sebagai salah seorang gubernur ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu- berjalan melewati daerah kekuasaan Khawarij bersama budak wanitanya yang tengah hamil, maka mereka membunuhnya dan merobek perut budak wanitanya untuk mengeluarkan anak dari perutnya.

Sampailah berita ini kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, maka ia pun keluar untuk memerangi mereka bersama pasukan yang sebelumnya dipersiapkan ke Syam. Dan akhirnya mereka berhasil ditumpas di daerah Nahrawan beserta para gembong mereka seperti Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi, Zaid bin Hishn At-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair As-Sa’di. Tidak selamat dari mereka kecuali kurang dari 10 orang dan tidaklah terbunuh dari pasukan ‘Ali kecuali sekitar 10 orang.

Sisa-sisa Khawarij ini akhirnya bergabung dengan simpatisan madzhab mereka dan sembunyi-sembunyi semasa kepemimpinan ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, hingga salah seorang dari mereka yang bernama Abdurrahman bin Muljim berhasil yang saat itu sedang melakukan shalat membunuh ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu Shubuh. (diringkas dari Fathul Bari karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani , 12/296-298, dengan beberapa tambahan dari Al-Bidayah wan Nihayah, karya Al-Hafidz Ibnu Katsir, 7/281)

Kafirkah Khawarij ?

Kafirnya Khawarij masih diperselisihkan di kalangan ulama. Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Sebagian besar ahli ushul dari Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya Khawarij adalah orang-orang fasiq, dan hukum Islam berlaku bagi mereka. Hal ini dikarenakan mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan selalu melaksanakan rukun-rukun Islam. Mereka dihukumi fasiq, karena pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin berdasarkan takwil (penafsiran) yang salah, yang akhirnya menjerumuskan mereka kepada keyakinan akan halalnya darah, dan harta orang-orang yang bertentangan dengan mereka, serta persaksian atas mereka dengan kekufuran dan kesyirikan.” (Fathul Bari, 12/314)

Al-Imam Al-Khaththabi Rahimahullah berkata: “Ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya Khawarij dengan segala kesesatannya tergolong firqah dari firqah-firqah muslimin, boleh menikahi mereka, dan memakan sembelihan mereka, dan mereka tidak dikafirkan selama masih berpegang dengan pokok keislaman.” (Fathul Bari, 12/314)

Al-Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata: “Jumhur ulama berpendapat bahwasanya Khawarij tidak keluar dari kumpulan kaum muslimin.” (Fathul Bari, 12/314)

Sebab-Sebab Yang Mengantarkan Khwarij Pada Kesesatan

Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “yang demikian itu disebabkan kebodohan mereka tentang agama Islam, bersamaan dengan wara’, ibadah dan kesungguhan mereka. Namun tatkala semua itu (wara’, ibadah, dan kesungguhan) tidak berdasarkan ilmu yang benar, akhirnya menjadi bencana bagi mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 35)

Demikan pula, mereka enggan untuk mengambil pemahaman para shahabat (As-Salafush Shalih) dalam memahami masalah-masalah din ini, sehingga terjerumuslah mereka ke dalam kesesatan.

Anjuran Memerangi Mereka [5]

Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya): “Maka jika kalian mendapati mereka (Khawarij-pen), perangilah mereka! Karena sesunggguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/747, dari shahabat ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu).

Beliau Sholallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda (yang artinya): “Jika aku mendapati mereka (Khawarij), benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum ‘Aad.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu)

Dalam lafadz yang lain beliau Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya): “Jika aku mendapati mereka, benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum Tsamud.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu)

Al-Imam Ibnu Hubairah berkata: “Memerangi Khawarij lebih utama dari memerangi orang-orang musyrikin. Hikmahnya, memerangi mereka merupakan penjagaan terhadap ‘modal’ Islam (kemurnian Islam -pen), sedangkan memerangi orang-orang musyrikin merupakan ‘pencarian laba’, dan penjagaan modal tentu lebih utama.” (Fathul Bari, 12/315)

Samakah Musuh-Musuh Ali Bin Abi Thalib Dalam Perang Jamal Dan Perang Shiffin Dengan Khawarij ?

Pendapat yang menyatakan bahwa musuh-musuh ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu sama dengan Khawarij ini tentunya tidak benar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata: “Adapun jumhur ahli ilmu, mereka membedakan antara orang-orang Khawarij dengan Ahlul Jamal dan Shiffin, serta selain mereka yang terhitung sebagai penentang dengan berdasarkan ijtihad. Inilah yang ma’ruf dari para shahabat, keseluruhan ahlul hadits, fuqaha, dan mutakallimin. Di atas pemahaman inilah, nash-nash mayoritas para imam dan pengikut mereka dari murid-murid Malik, Asy-Syafi’i, dan selain mereka.” (Majmu’ Fatawa, 35/54)

Nasehat Dan Peringatan

Madzhab Khawarij ini sesungguhnya terus berkembang (di dalam merusak aqidah umat) seiring dengan bergulirnya waktu. Oleh karena itu Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menasehatkan: “Wajib bagi kaum muslimin di setiap masa, jika terbukti telah mendapati madzhab yang jahat ini untuk mengatasinya dengan dakwah dan penjelasan kepada umat tentangnya. Jika mereka (Khawarij) tidak mengindahkannya, hendaknya kaum muslimin memerangi mereka dalam rangka membentengi umat dari kesesatan mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 37)

Wallahu a’lam bish shawab.

Foot Note:

[1] Al Qadhi Bin Iyadh Rahimahullah berkata, “Padanya terdapat 2 pengertian. Pertama:Hati mereka tidak memahami AL Qur’an tersebut dan tidak pula mengambil manfaat dari apa yang mereka baca. Mereka tidak melakukan kecuali hanya sebatas bacaam mulut dan kerongkongan yang dengannya keluarlah potongan-potongan huruf. Kedua: Amalan dan bacaan mereka tidak diterima di sisi Allah Subhanahu Wata’ala” (Ta’liq Shahih Muslim 2/740, Muhammad Fuad Baqi’)

[2] Al Imam Al Mubarakfuri Rahimahullah berkata, “Ar Ramiyah adalah hewan buruan yang dipanah. Keluarnya mereka (Khawarij) dari agama ini diumpamakan dengan anak apanah yang mengenai buruan lali masuk hingga tembus. Karena beitu cepatnya laju anak panah tersebut (dikarenakan kuatnya si pemanah) maka tidak ada sesuatu pun dari jasad (darah maupun daging) hewan buruan itu yang berbekas pada anak panah” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/426)

[3] Kata “Khawarij” merupakan bentuk jamak dari “Kharij” yang artinya “orang yang keluar”.

[4] Ahlul Jamal adalal Aisyah Radhiyallau ‘Anhu, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan orang-orang yang bersama mereka yang menuntut dihukumnya para pembunuh Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu, setelah mereka membai’at Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu.

[5] Adapun memerangi mereka bukanlah urusan perorangan atau kelompok tertentu namun dibawah naungan pemerintah sebagaimana dijelaskan para ulama dalam buku-buku fiqih.

Dikutip http://Asysyariah.com, Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc, Judul: Khawarij : Kelompok Sesat Pertama dalam Islam

Islam sebagai Rahmat untuk Seluruh Alam

Kalimat “Negara Islam” telah menjadi momok yang menakutkan, terutama sejak dipaksakannya rekayasa sejarah yang mendiskreditkan Islam dan gerakan Islam. Digambarkan betapa seramnya hukum Islam jika diterapkan, betapa sadisnya hukum rajam dan potong tangan dan seterusnya.

Ditambah lagi dengan gerakan-gerakan bid’ah yang berjihad tanpa ilmu, yang menambah rusaknya gambaran Islam di mata awam. Yang akibatnya orang awam dan non-Islam mengira gerakan jihad identik dengan terorisme, perampokan, penjarahan, dan seterusnya.

Akhirnya Islampobia menjalar di masyarakat, bahkan orang-orang yang berstatus Muslim pun takut kalau hukum Islam diterapkan di Indonesia Raya ini. Padahal kalau mereka mau melihat Islam dari sumbernya yang asli dari Qur’an dan Sunnah, dengan pemahaman generasi-generasi terbaik yang dipuji Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan dapati Islam adalah rahmat dan kasih sayang untuk seluruh alam.

Allah ciptakan syariat ini dan Allah utus Rasul-Nya adalah sebagai bukti kasih sayang-Nnya kepada seluruh manusia. Allah berfirman: “Tidaklah Kami mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (Al-Anbiya: 107)

Ibnu Abbas radliyallahu `anhu berkata tentang ayat ini: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka Allah tuliskan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka pun mendapat rahmat dengan datangnya Rasul yaitu keselamatan dari adzab di dunia, seperti ditenggelamkannya ke dalam bumi atau dihujani dengan batu.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/222)

Oleh karena itu ketika malaikat Jibril datang kepada Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dalam keadaan beliau terusir dari kaumnya, dilempari dengan batu di Thaif hingga berdarah kakinya, duduk di luar kota tanpa kawan, bermunajat kepada Allah. Malaikat itu berkata: “Aku diutus Allah untuk mentaati perintah-Mu. Jika engkau menginginkan agar aku menimpakan gunung ini kepada mereka aku akan laksanakan.” Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, berilah hidayah pada mereka karena sesungguhnya mereka belum mengetahui.” Melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berdoa seperti itu, Jibril mengatakan: “Maha benar Allah yang menamakanmu ra’ufur rahim.” (lihat Nurul Yaqin hal. 56)

Inilah bukti kasih sayang beliau kepada seluruh manusia. Jika beliau diberi pilihan doa yang maqbul terhadap kaumnya apakah dilaknat dan diadzab ataukah diberi hidayah, tentu beliau memilih berdoa agar Allah memberikan hidayah.

Pernah suatu hari beliau didatangi oleh Thufail Ad-Dausi. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus menentang dan menolak dakwah ini. Maka doakanlah agar Allah menghancurkan mereka.” Maka Rasulullah pun menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Para shahabat yang ada di situ berucap: “Binasalah Daus!” Ternyata Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengucapkan doa: “Ya Allah, berilah hidayah pada suku Daus dan bawalah mereka kemari” (beliau mengucapkannya tiga kali). (HR. Bukhari dan Muslim).

Doa beliau ternyata maqbul. Suku Daus datang berbondong-bondong kepada Nabi untuk masuk Islam.

Demikian pula diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya kepada Abu Hurairah radliyallahu `anhu bahwa dia berkata: Pernah dikatakan kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, doakanlah kejelekan bagi musyrikin.” Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjawab:

Aku tidak diutus sebagai tukang laknat, melainkan aku diutus sebagai rahmat.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Hanya saja aku diutus sebagai rahmat yang diberikan.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3 / 222).

Maka Islam adalah agama kasih sayang, dibawa oleh seorang penyayang dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Negara Islam Mengapa Takut?

Kalau demikian kenyataannya mengapa kita mesti takut terhadap munculnya negara Islam, negara yang mengayomi rakyat semesta dan membawa bangsa kepada kemakmuran yang hakiki, yang memberi kesempatan kepada rakyat non Islam untuk menjalankan agamanya sambil melihat kesempurnaan syariat Islam sehingga suatu saat mereka akan masuk Islam tanpa paksaan. Dan ini berarti rahmat yang lebih sempurna lagi bagi mereka.

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam melarang kaum Muslimin untuk mengganggu orang-orang non-Islam yang hidup sebagai kafir dzimmni. Yaitu orang kafir yang termasuk warga negara Islam yang dilindungi selama mereka mentaati peraturan-peraturan negara dan membayar jizyah (semacam upeti atau pajak). Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengijinkan kalian untuk masuk ke rumah orang-orang ahli kitab kecuali dengan seijin mereka, tidak boleh memukul mereka dan mengambil buah-buahan mereka selama mereka memberikan kepada kalian kewajiban mereka.” (HR. Abu Dawud).

Demikianlah warga negara non-Islam diberikan hak-haknya dan dijaga hartanya, tidak boleh dirampas hartanya atau dibunuh jiwanya dengan dhalim selama mereka mentaati peraturan-peraturan negara Islam, walaupun kita sama-sama tahu bahwa kedudukan mereka lebih rendah dari kaum Muslimin, sebagaimana ucapan Umar bin Khattab radliyallahu `anhu: “Rendahkanlah mereka tapi jangan dhalimi mereka.” (Fatawa 28 / 653)

Demikian pula orang-orang non-Muslim yang bukan warga negara tetapi terikat perjanjian damai. Seperti para pendatang dari negara asing yang tidak dalam keadaan berperang (dengan Muslim) atau dalam kata lain terikat perjanjian damai. Maka kita tidak boleh mengganggu, apalagi membunuh mereka selama mereka mengikuti peraturan-peraturan negara Islam. Demikian pula duta-duta asing yang tinggal di negara Islam. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang mengganggu atau mendhalimi mereka. Mereka ini distilahkan dengan kafir mu’ahhad (yaitu terikat perjanjian):

Ketahuilah barang siapa mendhalimi seorang mu’ahad; atau mengurangi hak-haknya; atau membebaninya di luar kemampuannya; atau mengambil sesuatu daripadanya tanpa keridlaannya. Maka aku akan menjadi penentangnya pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani 1 / 807).

Apalagi membunuh seorang mu`ahad, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam lebih keras lagi mengancamnya: “Barangsiapa membunuh seorang mu’ahad, maka ia tidak akan mencium bau surga, padahal harumnya surga didapati dari jarak 40 tahun perjalanan.” (HR. Bukhari).

Oleh karena itu para duta-duta asing atau tamu-tamu asing yang non-Muslim tidak perlu khawatir masuk negara Islam dan tidak perlu takut berdirinya negara Islam di bumi persada Indonesia ini karena Islam merupakan rahmat untuk seluruh manusia.

Bahkan kalau pendatang non-Muslim itu merupakan utusan, walaupun utusan itu dari negara kafir yang sedang berperang dengan negara Islam sekali pun, mereka tidak perlu takut karena Islam dengan rahmatnya tidak membolehkan menangkap, menahan atau membunuh para utusan (yang diistilahkan dalam syari’at dengan wufud).

Pernah suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam didatangi dua orang utusan dari Musailamah al-kadzab, seorang nabi palsu yang memusuhi Rasulullah. Kemudian Beliau bersabda: “Apakah kalian mau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?” Mereka berkata: “Kami bersaksi bahwa Musailamah adalah Rasulullah.” maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pun bersabda: “Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya! Kalau saja aku membolehkan untuk membunuh seorang utusan tentu akan aku bunuh kalian berdua!”

Bahkan walaupun utusan kafir tersebut kemudian masuk Islam, Rasulullah tetap memerintahkannya untuk kembali kepada kaum yang mengutusnya sebagaimana diriwayatkan dari Abu Rafi’ sebagai berikut: Aku diutus oleh orang-orang kafir Quraisy menemui Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Ketika aku melihat beliau, masuklah Islam ke dalam hatiku. Maka aku mengatakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak akan kembali kepada mereka selama-lamanya.”

Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya aku tidak akan melanggar perjanjian dan tidak akan menahan para utusan. Maka kembalilah engkau! Kalau pada dirimu tetap ada keimanan seperti sekarang ini maka kembalilah engkau kemari.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Ahmad. lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani 6 / 316).

Dalam riwayat lain dikatakan: “Sesungguhnya aku tidak melanggar janji dan tidak akan menangkap seorang utusan.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)

Inilah Islam, inilah keadilan. Tidak akan didapati kebijaksanaan yang seperti ini dalam agama lain. Hanya saja orang-orang bodoh dan para ahli bid’ah merusak gambaran yang indah ini dengan melanggarnya, atau dengan mengada-adakan aturan-aturan baru (bid’ah) dan kebijaksanaan-kebijaksanaan sendiri yang mereka anggap baik dengan emosi dan hawa nafsunya. Yang akhirnya justru merusak gambaran Islam dan membuat manusia takut kepadanya.

Rahmat Islam dalam Perang

Demikian pula dalam peperangan, Agama Islam tidak lepas dari sifatnya sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan peraturan-peraturan dan hukum-hukum perang. Siapa yang boleh dibunuh dan siapa yang tidak. Bolehkah merusak jasad musuh atau tidak, dan seterusnya. Setiap melepas suatu pasukan untuk berperang Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam selalu memberikan wasiat kepada mereka, yang berisi nasihat dan peraturan peperangan. Di dalamnya kita akan dapati rahmat dan kasih sayang. Simaklah wasiat beliau berikut ini:

Diriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya dari Aisyah radliyallahu `anha, ia berkata: Bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam jika mengutus seseorang komandan yang membawa sebuah pasukan –besar atau kecil– beliau mewasiatkan kepada pribadinya untuk bertakwa kepada Allah dan mewasiatkan untuk kaum muslimin dengan kebaikan.

Kemudian bersabda: “Berperanglah dengan nama Allah di jalan Allah! Perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah tapi jangan mencuri rampasan perang, jangan ingkar janji, jangan merusak jasad musuh, jangan membunuh anak-anak. Jika kalian menemui musuhmu dari kalangan musyrikin, maka ajaklah mereka kepada tiga perkara. Jika mereka menerima salah satunya, maka terimalah dan berhentilah (tidakmemerangi): Ajaklah kepada Islam. Kalau mereka mengikuti ajakanmu, maka terimalah dari mereka dan tahanlah peperangan. Ajaklah kepada Islam. Kalau mereka menyambut ajakanmu, maka terimalah dan ajaklah untuk pindah (hijrah) dari desa mereka ke tempat muhajirin (Madinah).

Kalau mereka menolak, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa mereka dianggap sebagai orang-orang arab gunung (nomaden) yang Muslim. Tidak ada bagi mereka bagian ghanimah (pampasan perang) sedikit pun kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Kalau mereka menolak (untuk masuk Islam) maka mintalah dari mereka untuk membayar jizyah (upeti) (sebagai orang-orang kafir yang dilindungi). Kalau mereka menolak, maka minta tolonglah kepada Allah untuk menghadapi mereka kemudian perangilah.

Jika engkau mengepung penduduk suatu benteng, kemudian mereka menyerah ingin meminta jaminan Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kau lakukan. Tetapi jadikanlah untuk mereka jaminanmu, karena jika kalian melanggar jaminan-jaminan kalian itu lebih ringan daripada kalian menyelisihi jaminan Allah. Dan jika mereka menginginkan engkau untuk mendudukkan mereka di atas hukum Allah, maka jangan kau lakukan. Tetapi dudukkanlah mereka di atas hukummu karena engkau tidak tahu apakah engkau menepati hukum Allah pada mereka atau tidak.” (HR. Muslim dalam Kitabul Jihad bab Ta’mirul Imam no. 1731)

Di awal wasiatnya Beliau memperingatkan untuk jangan mencuri, jangan ingkar janji, jangan merusak jasad musuh, jangan membunuh anak-anak, dan seterusnya. Sebuah nasihat yang merupakan kasih sayang Islam kepada seluruh manusia walaupun terhadap orang kafir.

Kemudian Beliau menganjurkan untuk memberikan pilihan kepada musuh. Apakah mereka akan masuk Islam atau membayar jizyah yang berarti mereka akan selamat; atau tidak mau memilih keduanya yang berarti perang. Ini merupakan kasih sayang yang sangat besar, memberikan kesempatan kepada musuh untuk selamat dunia dan akhirat. Kalau mereka memilih Islam berarti mereka selamat di dunia dan di akhirat. kalau memilih jizyah berarti selamat di dunia. Sedangkan kalau mereka tidak ingin selamat, maka barulah mereka diperangi. Pantaskan?!

Selanjutnya Beliau menasihatkan dalam memberikan keputusan terhadap musuh tidak boleh mengatasnamakan Allah. Karena bisa jadi dia tidak tepat atau tidak mencocoki hukum Allah dalam memutuskan. Wanita juga termasuk pihak yang tidak boleh dibunuh dalam peperangan. Islam dengan rahmatnya tidakmembolehkan pembunuhan terhadap wanita.

Pernah pada suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berjalan bersama pasukannya dalam suatu peperangan. Kemudian Beliau melihat orang-orang berkerumun pada sesuatu, maka beliau pun mengutus seseorang untuk melihatnya. Ternyata mereka mengerumuni seorang wanita yang terbunuh oleh pasukan terdepan. Waktu itu pasukan terdepan dipimpin oleh Khalid bin Walid. Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pun bersabda: “Berangkatlah engkau menemui Khalid dan katakan kepadanya: Sesungguhnya Rasulullah melarang engkau untuk membunuh dzuriyah (wanita dan anak-anak, ed) dan pekerja / pegawai.” (HR. Abu Dawud).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Katakan pada Khalid jangan ia membunuh wanita dan pekerja.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ath-Thahawi. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani 6 / 314).

Dalam riwayat yang lebih shahih dikatakan: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam melihat seorang wanita terbunuh dalam suatu peperangan. Maka beliau pun mengingkari pembunuhan wanita dan anak-anak.” (Muttafaqun `alaihi)

Dari riwayat-riwayat ini jelas bahwa wanita dan anak-anak tidak boleh dibunuh dalam peperangan. Sedangkan pegawai atau pekerja yang dimaksud adalah warga sipil yang tidak ikut dalam peperangan. Mereka ini juga tidak boleh dibunuh. Demikianlah peraturan Islam, betapa indahnya peraturan tersebut. Kaum muslimin sudah mengenal istilah “warga sipil” yang tidak boleh dibunuh sejak turunnya Al-Qur’an ribuan tahun yang lalu. Inilah kasih-sayang Islam yang datang sebagai rahmat bagi seluruh alam termasuk kepada musuhnya sekali pun.

Rahmat dalam Hukum Had

Termasuk dalam hukum had dan qishas, kasih sayang Islam tidak pernah hilang. Di samping hukum itu sendiri memang membawa rahmat, penerapannya pun tidak sembarangan. Membutuhkan penyelidikan dan kepastian serta masih terkait dengan tuntutan korban atau maafnya.

Seperti hukum qishas, hukum seorang yang membunuh adalah dibunuh pula. Hukum ini membawa rahmat kepada seluruh kaum muslimin yaitu keamanan dan ketentraman. Bahkan hukum yang sepintas terlihat akan membawa korban lebih banyak, ternyata bagi orang yang cerdas akan terlihat bahwa sesungguhnya hukum ini justru menjaga kehidupan. Allah berfirman : “Sesungguhnya pada hukum qishash ada kehidupan bagi kalian wahai orang yang cerdas, semoga kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 179)

Namun hukum ini pun terkait dengan tuntutan keluarga korban. Jika mereka memaafkan maka tidak dilakukan hukum bunuh melainkan membayar diat, semacam uang denda atau tebusan senilai harga seratus ekor unta yang diberikan kepada keluarga korban. Ini pun merupakan rahmat dan keringanan dari Allah untuk mereka sebagaimana Allah katakan sendiri dalam ayat-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaknya (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (Al-Baqarah: 178)

Ini pun kalau benar-benar terbukti ia membunuh dengan sengaja, kalau ternyata tidak sengaja maka tidak ada qishas yang ada adalah diat. Bahkan kalau keluarga korban akan menginfakkan tebusan tersebut kepada sipembunuh dan mema’afkannya, berarti ia tidak perlu membayar diat.

Walaupun yang dibunuh adalah seorang kafir mu’ahad yang terikat perjanjian, tetap wajib bagi si pembunuh yang Muslim membayar diat kepada keluarga korban serta memerdekakan seorang budak. Tetapi tidak ada qishas baginya. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu padahal ia mukmin, (maka hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.

Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara bertaubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisa: 92)

Sedangkan hukum potong tangan bagi pencuri atau hukum cambuk (bagi penzina yang belum menikah) dan rajam (bagi penzina yang telah menikah) dan lain-lain merupakan kejahatan yang jika sudah sampai kasusnya kepada pemerintah maka harus ditegakkan hukum padanya. Inipun sesungguhnya merupakan rahmat bagi seluruh kaum muslimin bahkan seluruh manusia.

Hukum potong tangan bagi pencuri -misalnya– membawa keamanan dan ketenangan bagi seluruh rakyat. Hukum cambuk dan rajam bagi penzina membawa keselamatan bagi seluruh manusia dari berbagai penyakit-penyakit kelamin disamping menjaga keturunan dan nasab, agar tidak tercampur dan kacau.

Hukum-hukum ini pun tidak begitu saja diterapkan, tetapi melalui proses dan aturan-aturan yang jelas. Seperti pada hukum potong tangan, tidak semua pencuri di potong tangannya. Jika ia mencuri di bawah tiga dirham, maka ia tidak dipotong tangannya. Berarti ada jumlah tertentu yang menyebabkan seorang pencuri mendapatkan hukuman potong tangan. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Jangan dipotong tangan seorang pencuri kecuali pada pencurian seperempat dinar ke atas.” (muttafaqun ‘alaihi. Dengan lafadh Muslim).

Sedangkan dalam riwayat Bukhari dengan lafadh sebagai berikut: “Dipotong tangan seorang pencuri pada pencurian seperempat dinar ke atas.” (HR. Bukhari)

Seperempat dinar adalah tiga dirham, karena satu dinar adalah duabelas dirham. Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar yang juga dirkeluarkan oleh bukhari dan muslim disebutkan bahwa Rasulullah memotong tangan seorang pencuri yang mencuri sebuah tameng seharga tiga dirham: “Dari Ibnu Umar radliyallahu `anhuma bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam memotong tangan pada pencurian sebuah tameng seharga tiga dirham.” (Muttafaqun `alaihi)

Seperti kita katakan tadi bahwa hukum ini dilaksanakan jika sudah sampai kasusnya pada pemerintah. Adapun jika belum sampai kasusnya pada pemerintah, maka dianjurkan untuk saling memaafkan dan tidak saling menuntut. Abu Majidah menceritakan: Pernah pada suatu hari aku duduk bersama Abdullah bin Mas’ud radliyallahu `anhu, maka beliau pun berkata: Aku ingat orang pertama yang dipotong tangannya oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Waktu itu didatangkan seorang pencuri kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Lalu beliau pun memerintahkan untuk dipotong tangannya. Aku melihat wajah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sepertinya memendam kekecewaan. Maka para shahabat pun berkata: “Wahai Rasulullah, sepertinya engkau tidak suka orang itu dipotong tangannya?” Maka beliau pun bersabda: “Apa yang menghalangiku untuk memotongnya?” Kemudian beliau bersabda: “Janganlah kalian menjadi pendukung-pendukung setan terhadap saudaramu! Sesungguhnya tidak pantas bagi seorang imam jika telah sampai kepadanya hukum had kecuali harus menegakkannya. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf dan cinta pada pemaaf. Maka saling memaafkanlah kalian dan saling memaklumi. Bukankah kalian suka kalau Allah mengampuni kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Ahmad, Al-Hakim dan Baihaqi. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah 4 / 181).

Demikianlah kasih sayang Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah yang Maha Penyayang untuk menebarkan kasih sayang kepada seluruh alam. Kemudian mengenai hukum cambuk dan hukum rajam bagi para pezina.

Apakah ini kalian anggap menghalangi kebebasanmu dalam bergaul ? Kalau kalian cerdas dan tidak sempit pandangan, kalian akan melihat bahwa hukum ini menjaga dan melindungi istrimu, anak perempuanmu, bibimu, saudara perempuanmu dan seterusnya. Bukankah ini rahmat dan kebaikan bagimu?

Pernah seorang pemuda datang kepada Nabi shallallahu `alaihi wa sallam meminta ijin untuk berzina. Maka dengan sabar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menerangkan kepadanya cara berfikir yang benar: “Bagaimana pendapatmu kalau itu terjadi pada ibumu?” Anak itu menjawab: ” Ayah dan ibuku sebagai jaminan! aku tidak akan ridla.” “Bagaimana pendapatmu kalau itu terjadi pada istrimu?” Anak muda itu menjawab: “Ayah dan ibuku sebagai jaminan! aku tidak akan ridla.” Demikian seterusnya Beliau menanyakan bagaimana kalau terjadi perzinaan itu pada keluarganya, anak perempuannya, kakak perempuannya, bibinya, ternyata dia tidak ridla. Maka beliaupun bersabda: “Kalau begitu orang lain pun tidak ridla perzinaan itu terjadi pada ibu-ibu mereka, istri-istri mereka, anak-anak perempuan mereka, saudara-saudara perempuan mereka, atau pun bibi-bibi mereka.”

Inilah hikmah ditegakkannya hukum bagi para pezina dengan cambuk atau rajam. Menjaga istri-istri kita, anak-anak perempuan kita, ibu-ibu kita, saudara-saudara perempuan kita, bibi-bibi kita, dan seterusnya. Di samping itu juga penerapannya tidak sembarangan, harus didatangkan empat saksi untuk ditegakkannya hukum ini. Dan saksi-saksi itu harus mengetahui betul kejadiannya. Bahkan harus yakin betul kalau “timba telah masuk ke dalam sumurnya”. Adapun dugaan, prasangka, atau melihatnya berpelukan, berciuman dan lain-lain belum bisa diterima sebagai saksi sampai ia yakin betul bahwa “timba telah masuk ke dalam sumurnya”.

Empat saksi dalam keadaan yang seperti ini sangat susah didapat. Keadaan seperti ini tidak akan didapat kecuali pada beberapa kemungkinan:

Kemungkinan pertama adalah seorang yang datang mengakui bahwa dirinya telah berzina. Ini pun Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berusaha untuk memberikan kesempatan kalau dia mau mencabut ucapannya kembali sebagaimana dalam riwayat berikut: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu `anhu bahwa datang seseorang dari kaum Muslimin kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, sedang beliau berada di masjid. Orang itu memanggil Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah berzina.” Rasulullah pun memalingkan wajahnya. Kemudian orang itu bergeser ke hadapan muka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sambil berkata kembali: “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina.”

Beliau pun berpaling kembali ke arah lain. Dan orang itu pun kembali mengikuti ke hadapan muka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan mengucapkan kembali ucapannya, demikian sampai empat kali. Setelah empat kali orang itu mempersaksikan atas dirinya dengan zina, Rasulullah memanggilnya dan bersabda: “Apakah engkau gila?” Orang itu menjawab: “Tidak.” Beliau berkata lagi: “Apakah engkau seorang yang muhsan ?” Orang itu menjawab: “Ya.” Maka Nabi pun memerintahkan kepada kaum Muslimin: “Pergilah kalian membawa orang ini dan rajamlah ia.” (HR. Muttafaqun `alaih)

Dalam riwayat Bukhari, orang tersebut ketika dirajam sempat lari. Yaitu pada saat mulai terasa batu-batu itu menyakiti tubuhnya.

Namun orang-orang mengejarnya dan melanjutkan hukuman rajam sampai matinya. Ketika disampaikan kejadian larinya orang tersebut, Rasulullah bersabda: “Tidakkah kalian biarkan orang itu lari. Barangkali orang itu bertaubat kepada Allah dan Allah menerima taubatnya.” Dalam riwayat lain, beliau bersabda: “Mengapa kalian tidak membawanya kembali kemari.” (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad menyatakan: Bolehnya seorang yang sudah mengaku berzina mencabut kembali pernyataannya dan jika orang tersebut lari tidak dikejar, semoga dia mau ruju’ dan mencabut kembali ucapannya. Sekali lagi ini adalah khusus bagi yang datang mempersaksikan dirinya bahwa ia telah berzina. Inilah kasih sayang Islam kepada manusia. Tidak sekejam apa yang digambarkan oleh orang-orang kafir dan munafiqin

Kemungkinan kedua adalah seorang yang sangat biadab, berzina di tempat terbuka dan menjadi tontonan manusia tanpa merasa malu apalagi merasa berdosa. Atau bahkan — maaf-maaf — menjadi pemain dalam adegan-adegan porno didepan para penonton yang membayarnya. Sungguh fitrah kita pun ingin merajam orang yang seperti ini sebelum kita mengerti hukum rajam. Atau kemungkinan ketiga terbukti dengan kehamilan. Berkata Umar bin Khattab dalam khutbahnya: “…Sesungguhnya rajam itu adalah hak di dalam kitab Allah bagi orang yang berzina jika ia seorang yang muhsan, baik ia laki-laki maupun perempuan jika telah tegak bukti-bukti (saksi-saksi). Atau adanya kehamilan, atau ia mempersaksikan dirinya dengan zina.” (Muttafaqun `alaih).

Rahmat Kepada Hewan

Kepada hewan sekali pun Islam tetap mengajarkan untuk memberikan kasih sayangnya.

Dalam memelihara kita harus memberinya makan yang cukup. Dalam menunggangi kita dilarang memberikan beban yang terlalu berat. Dalam menyembelih kita harus menggunakan pisau yang tajam dan di tempat yang langsung mematikan, yaitu di lehernya. Dan seterusnya.

Pernah suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memasuki perkampungan kaum Anshar. Kemudian beliau masuk ke suatu tembok kebun salah seorang dari mereka. Tiba-tiba beliau melihat seekor unta yang kurus. Ketika melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, unta itu menangis, merintih dan meneteskan air mata. Maka beliau pun mendekatinya lalu mengusap perutnya sampai ke punuknya dan ekornya. Unta itu pun tenang kembali. Kemudian Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Siapa penggembala unta ini?

atau dalam riwayat lain beliau bersabda: “Siapa pemilik unta ini?” Maka datanglah seorang pemuda dari Anshar, kemudian berkata: “Itu milikku ya Rasulullah.” Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berkata: “Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam memelihara ternak yang telah Allah berikan kepadamu itu? Sesungguhnya ia mengeluh kepadaku bahwa engkau melaparkan dan melelahkannya.”

Yakni beliau menegur si pemilik unta tersebut karena dia kurang dalam memberi makan, tetapi mempekerjakannya dengan beban yang terlalu berat. Maka beliau menegurnya dengan ucapan: “Tidakkah kamu takut kepada Allah.” Ini mengandung ancaman bagi orang yang menyiksa hewan peliharaannya. Bukankah ini suatu rahmat dan kasih sayang yang besar.

Penutup

Demikianlah apa yang bisa saya tulis tentang kasih sayang dan rahmat Islam kepada seluruh manusia. Mudah-mudahan Allah menambahkan kepada kita dan para pembaca sekalian keilmuan dan keimanan. Amin.

Wallahu a`lam bis-shawab.

Maraji’:1). Tafsirul Adhim, Ibnu Katsir, cet. Darus Salam, tahun 1413 H / 1992 M.. 2). Fathul Bari, Ibnu Hajar, cet. Darul Fikr, tahun 1414 H / 1992 M. 3). Shahih Muslim dengan Syarah Imam Nawawi, Muslim bin Hajjaj, cet. Darul Ma’rifah, tahun 1414 H / 1994 M. 4). Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Syaikh Al-Albani, cet. Maktabah Al-Ma’arif, tahun 1415 H / 1995 M. 5). Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Imam Ash-Shan`ani, cet. Darul Kitab, th. 1414 H / 1994 M. 6). Al-Hilm, Al-Hafidh Ibnu Abi Dunya dengan tahqiq Majdi Sayyid Ibrahim, cet. Maktabatul Qur’an, tanpa tahun. 7). Nurul Yaqin, Syaikh Muhammad Al-Khudari, cet. Darul Fikr, tahun 1414 H / 1994. 8). An-Nihayah fi Gharibil Hadits, Ibnu Atsir, cet. Darul Fikr, tahun 1399 H / 1979.

Dikutip salafy.or.id offline dari tulisan al Ustadz Muhammad Umar As-Sewed, judul asli Islam sebagai Rahmat untuk Seluruh Alam.

Jujurlah dan Jangan Dusta

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:

Kedustaan itu tidak pantas digunakan untuk suatu keseriusan, dan tidak pula dalam senda gurauan. Jika engkau mau…,

bacalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُوْنُوا مَعَ الصَّادِقِيْنَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.” (At-Taubah: 119)

Kemudian beliau katakan: “Apakah dalam ayat ini engkau dapati adanya satu keringanan bagi seorang pun (untuk berdusta,)?”

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata:

Jujurlah engkau dan pegang erat-erat kejujuran itu. Niscaya engkau akan menjadi orang yang jujur dan selamat dari hal-hal yang membinasakanmu. Dan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikan untukmu kelapangan berikut jalan keluar bagi (segala) urusanmu.”

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata:

Jika engkau ingin dikelompokkan dalam golongan orang-orang yang jujur, maka wajib bagimu untuk zuhud2 dalam dunia ini dan menahan diri dari (menyakiti) manusia.”

Maraji’: Tafsir Ibnu Katsir (2/525-526)

Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Zainul Arifin , judul : Jujurlah

Tambahan:

1.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An-Nahl: 105)

2.Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ

Binasalah orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa dengan ucapannya, lalu dia berdusta. Binasalah dia, binasalah dia!” (HR. At-Tirmidzi no. 2315)

Ulama Ahlus Sunnah Ahlul Hadits dari Zaman Sahabat hingga Sekarang

Mari kita mengenal para ‘Ulama Ahlus sunnah (Ahlulhadits) dari zaman sahabat hingga sekarang yang masyhur :
  • 1. Khalifah ar-Rasyidin :
  • • Abu Bakr Ash-Shiddiq
  • • Umar bin Al-Khaththab
  • • Utsman bin Affan
  • • Ali bin Abi Thalib
  • 2. Al-Abadillah : Para Sahabat
  • • Ibnu Umar
  • • Ibnu Abbas
  • • Ibnu Az-Zubair
  • • Ibnu Amr
  • • Ibnu Mas’ud
  • • Aisyah binti Abubakar
  • • Ummu Salamah
  • • Zainab bint Jahsy
  • • Anas bin Malik
  • • Zaid bin Tsabit
  • • Abu Hurairah
  • • Jabir bin Abdillah
  • • Abu Sa’id Al-Khudri
  • • Mu’adz bin Jabal
  • • Abu Dzarr al-Ghifari
  • • Sa’ad bin Abi Waqqash
  • • Abu Darda’
  • 3. Para Tabi’in :
  • • Sa’id bin Al-Musayyab wafat 90 H
  • • Urwah bin Zubair wafat 99 H
  • • Sa’id bin Jubair wafat 95 H
  • • Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93 H
  • • Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat 80 H
  • • Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud wafat 94 H
  • • Salim bin Abdullah bin Umar wafat 106 H
  • • Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash Shiddiq
  • • Al-Hasan Al-Bashri wafat 110 H
  • • Muhammad bin Sirin wafat 110 H
  • • Umar bin Abdul Aziz wafat 101 H
  • • Nafi’ bin Hurmuz wafat 117 H
  • • Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125 H
  • • Ikrimah wafat 105 H
  • • Asy Sya’by wafat 104 H
  • • Ibrahim an-Nakha’iy wafat 96 H
  • • Aqamah wafat 62 H
  • 4. Para Tabi’ut tabi’in :
  • • Malik bin Anas wafat 179 H
  • • Al-Auza’i wafat 157 H
  • • Sufyan bin Said Ats-Tsauri wafat 161 H
  • • Sufyan bin Uyainah wafat 193 H
  • • Al-Laits bin Sa’ad wafat 175 H
  • • Syu’bah ibn A-Hajjaj wafat 160 H
  • • Abu Hanifah An-Nu’man wafat 150 H
  • 5. Atba’ Tabi’it Tabi’in : Setelah para tabi’ut tabi’in:
  • • Abdullah bin Al-Mubarak wafat 181 H
  • • Waki’ bin Al-Jarrah wafat 197 H
  • • Abdurrahman bin Mahdy wafat 198 H
  • • Yahya bin Sa’id Al-Qaththan wafat 198 H
  • • Imam Syafi’i wafat 204 H
  • 6. Murid-Murid atba’ Tabi’it Tabi’in :
  • • Ahmad bin Hambal wafat 241 H
  • • Yahya bin Ma’in wafat 233 H
  • • Ali bin Al-Madini wafat 234 H
  • • Abu Bakar bin Abi Syaibah Wafat 235 H
  • • Ibnu Rahawaih Wafat 238 H
  • • Ibnu Qutaibah Wafat 236 H
  • 7. Kemudian murid-muridnya seperti:
  • • Al-Bukhari wafat 256 H
  • • Muslim wafat 271 H
  • • Ibnu Majah wafat 273 H
  • • Abu Hatim wafat 277 H
  • • Abu Zur’ah wafat 264 H
  • • Abu Dawud : wafat 275 H
  • • At-Tirmidzi wafat 279
  • • An Nasa’i wafat 234 H
  • 8. Generasi berikutnya : orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah:
  • • Ibnu Jarir ath Thabary wafat 310 H
  • • Ibnu Khuzaimah wafat 311 H
  • • Muhammad Ibn Sa’ad wafat 230 H
  • • Ad-Daruquthni wafat 385 H
  • • Ath-Thahawi wafat 321 H
  • • Al-Ajurri wafat 360 H
  • • Ibnu Hibban wafat 342 H
  • • Ath Thabarany wafat 360 H
  • • Al-Hakim An-Naisaburi wafat 405 H
  • • Al-Lalika’i wafat 416 H
  • • Al-Baihaqi wafat 458 H
  • • Al-Khathib Al-Baghdadi wafat 463 H
  • • Ibnu Qudamah Al Maqdisi wafat 620 H
  • 9. Murid-Murid Mereka :
  • • Ibnu Daqiq Al-led wafat 702 H
  • • Ibnu Taimiyah wafat 728 H
  • • Al-Mizzi wafat 742 H
  • • Imam Adz-Dzahabi (wafat 748 H)
  • • Imam Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah (wafat 751 H)
  • • Ibnu Katsir wafat 774 H
  • • Asy-Syathibi wafat 790 H
  • • Ibnu Rajab wafat 795 H
  • 10. Ulama Generasi Akhir :
  • • Ash-Shan’ani wafat 1182 H
  • • Muhammad bin Abdul Wahhab wafat 1206 H
  • • Muhammad Shiddiq Hasan Khan wafat 1307 H
  • • Al-Mubarakfuri wafat 1427 H
  • • Abdurrahman As-Sa`di wafat 1367 H
  • • Ahmad Syakir wafat 1377 H
  • • Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh wafat 1389 H
  • • Muhammad Amin Asy-Syinqithi wafat 1393 H
  • • Muhammad Nashiruddin Al-Albani wafat 1420 H
  • • Abdul Aziz bin Abdillah Baz wafat 1420 H
  • • Hammad Al-Anshari wafat 1418 H
  • • Hamud At-Tuwaijiri wafat 1413 H
  • • Muhammad Al-Jami wafat 1416 H
  • • Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin wafat 1423 H
  • • Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i wafat 1423 H
  • • Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah
  • • Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah
  • • Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah
  • Sumber: Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama dengan sedikit tambahan: Dikutip dari http://ahlulhadist.wordpress.com

    54 Soal-Jawab tentang Aqidah Seorang Muslim

    Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu Rohimahullahu ta'ala

    Soal 1 : Untuk apa Allah menciptakan kita?

    Jawaban : Dia menciptakan kita agar beribadah kepadaNya serta tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الذريات:56)وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

    Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu.

    Dalil dari sunnah :

    )حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئاً ( متفق عليه

    Hak Allah atas hambaNya bahwa mereka menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun

    Soal 2: Bagaimana kita menyembah Allah ta’ala?

    Jawaban: Sebagaimana Allah dan RosulNya perintahkan.

    Dalil dari AlQur’an :

    (البينة: من الآية5) َمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

    Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar beribadah kepada Allah dengan hanya mengikhlaskan diin untukNya.

    Dalil dari sunnah :

    [ من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو ردّ ] رواه مسلم

    Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada dalam perkara kami maka amalan itu tertolak.

    Soal 3 : Apakah kita menyembah kepada Allah dengan perasaan takut dan harapan?

    Jawaban :Ya! Kita menyembahnya Allah dengan rasa takut dan harapan

    Dalil dari AlQur’an :

    (الأعراف: من الآية56)وَادْعُوهُ خَوْفاً وَطَمَعاً

    Dan serulah Dia oleh kalian dalam kondisi takut[dari neraka] dan harap [kepada sorga]

    Dalil dari sunnah :

    [أسأل الله الجنة وأعوذ به من النار] صحيح رواه أبو داود

    Saya mohon Allah sorga dan berlindung denganNya dari neraka.

    Soal 4 : Apa yang dimaksudkan Ihsan dalam ibadah?

    Jawaban : merasa diawasi oleh Allah saja, yang Dia selalu melihat kita.

    Dalil dari AlQur’an :

    (النساء: من الآية1) إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

    Sesungguhnya Allah atas kalian selalu mengawasi.

    (الشعراء:218)الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ

    Yang melihatmu ketika engkau berdiri[untuk sholat]

    Dalil dari sunnah :

    [ الإحسان أن تعبدوا الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك] رواه مسلم.

    Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, dan jika engkau tidak melihatNya sesungguhnya Dia melihatmu.

    Soal 5 : Untuk apa Allah mengutus para rasul?

    Jawaban :Untuk mengajak beribadah kepadaNya dan menghilangkan penyekutuan dariNya.

    Dalil dari AlQur’an :

    (النحل: من الآية36)وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت

    Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul hendaklah kalian menyembah Allah dan menjauhi thoghut.

    Dalil dari sunnah :

    [والأنبياء إخوة ودينهم واحد] متفق عليه

    Para nabi itu bersaudara dan agama mereka satu . ya’ni semua rasul mengajak kepada tauhid.

    Soal 6 : Apa yang dimaksud dengan tauhid Ilah ?

    Jawaban : MengesakanNya dengan Ibadah, do’a, nadzar dan hukum.

    Dalil dari AlQur’an :

    (محمد: من الآية19)فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّه

    Ketauhilah bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan haq kecuali Allah.

    Dalil dari sunnah :

    [فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله] متفق عليه

    Hendaklah yang pertama kali yang engkau menyeru mereka kepadanya persaksian bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah.

    Soal 7 : Apa makna ungkapan : laa ilaaha illAllah.

    Jawaban :Tidak ada yang disembah dengan haq kecuali Allah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الحج: من الآية62)ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِل

    Demikian itu karena Allah adalah Dialah yang haq dan apa yang mereka seru selainnya adalah yang batil.

    Dalil dari sunnah :

    [من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه] رواه مسلم .

    Barang siapa yang berkata : tidak ada Ilah yang haq disembah kecuali Allah, haramlah hartanya [untuk diambil] dan darahnya [untuk ditumpahkan] HR Muslim]

    Soal 8 : Apa ma’na tauhid dalam masalah sifat Allah?

    Jawaban : Mengukuhkan apa yang disifatkan Allah dan RasulNya untuk diriNya.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الشورى: من الآية11)لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

    Tidak ada yang seperti Dia sesuatupun, dan Dia Maha Mendengar dan Melihat.

    Dalil dari sunnah :

    [ينـزل ربنا تبارك وتعالى في كل ليلة إلى السماء الدنيا] متفق عليه

    Robb kita Yang Maha Agung dan Tinggi setiap malam turun ke langit dunia [mutafaqun ‘alaihi] turun sesuai dengan keagunganNya dan kesucianNya

    Soal 9 : Apa faedah tauhid bagi seorang muslim.

    Jawaban : Petunjuk di dunia dan keamanan di akherat.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الأنعام:82)الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

    Orangorang yang beriman dan tidak mencampur keimanan mereka dengan kedholiman[kesyirikan] mereka mendapatkan keamanan dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.

    Dalil dari sunnah :

    [حق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئاً] متفق عليه

    Hak hamba terhadap Allah bahwa Dia tidak menyiksa orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun

    Soal 10 : dimana Allah?

    Jawaban : Allah di atas langit diatas Arsy .

    Dalil dari AlQur’an :

    (طـه:5)الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

    ArRohman [Allah Yang Maha Pengasih] bersemayam di atas Arsy.

    Dalil dari sunnah :

    [إن الله كتب كتاباً إن رحمتي سبقت غضبي فهو مكتوب عنده فوق العرش] روها البخاري

    Sesungguhnya Allah telah menulis buku : yang tertulis di dalamnya] sesungguhnya RahmatKu mengalahkan kemurkaanKu kitab itu tertulis di sisiNya di atas Arsy.

    Soal 11 :Apakah Allah bersama kita dengan ilmuNya atau dengan DzatNya?

    Jawaban : Allah bersama kita dengan ilmuNya mendengar dan melihat.

    Dalil dari AlQur’an :

    (طـه:46)قَالَ لا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

    Allah berfirman : jangan kalian berdua takut sungguh Aku bersama kalian berdua mendengar dan melihat.

    Dalil dari sunnah :

    إنكم تدعون سميعاً قريباً وهو معكم [رواه مسلم]

    Sesungguhnya kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar Maha dekat dan Dia bersama kalian. Yaitu dengan IlmuNya melihat dan mendengar kalian

    Soal 12 : Apa dosa yang paling besar?

    Jawaban : Dosa yang paling besar sirik menyekutukan Allah?

    Dalil dari AlQur’an :

    (لقمان: من الآية13)يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

    Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu kedholiman yang besar.

    Dalil dari sunnah :

    [سئل صلى الله عليه وسلم أي الذنب أعظم قال : أن تدعو لله ندّاً وهو خلقك] رواه مسلم

    Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam ditanya tentang dosa apa yang paling besar. Beliau bersabda : engkau menyeru bandingan untuk Allah sedang Dia telah menciptakan kamu

    Soal 13 : Apa syirik besar itu?

    Jawaban : Yaitu mengarahkan ibadah untuk selain Allah seperti doa.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الجـن:20)قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِهِ أَحَداً

    Katakanlah tiada lain saya menyeru [berdoa] kepada Robbku dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun.

    Dalil dari sunnah :

    [أكبر الكبائر الإشراك بالله] رواه البخاري

    Dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah.

    Soal 14 : Apa bahaya syirik besar?

    Jawaban : Syirik besar penyebab kekal di neraka?

    Dalil dari Al Qur’an :

    (المائدة: من الآية72)إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ

    Sesungguhnya siapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah telah mengharamkan atasnya sorga dan tempat tinggalnya di neraka.

    Dalil dari sunnah :

    [من مات يشرك بالله شيئاً دخل النار] رواه مسلم

    Barang siapa mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu pasti masuk neraka

    Soal 15 : Apakah amalan bermanfaat jika diikuti dengan kesyirikan

    Jawaban: Amal tidak bermanfaat yang dibarengi dengan syirik.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الأنعام: من الآية88) وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

    Kalau mereka menyekutukan sungguh gugurlah apa yang mereka amalkan.

    Dalil dari sunnah :

    [من عمل عملاً أشرك فيه معي غيري تركته وشركه]رواه مسلم

    Barang sipa yang beramal suatu amalan ia menyekutukan didalamnya selain Aku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya

    Soal 16: Apakah kesyirikan itu ada di kalangan kaum muslimin.

    Jawaban : Ya ! banyak dan amat di sayangkan.

    Dalil dari AlQur’an :

    (يوسف:106)وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

    Dan tidaklah beriman kepada Allah kebanyakan mereka kecuali mereka berbuat syirik.

    Dalil dari sunnah :

    [لا تقوم الساعة حتى تلحق قبائل من أمتي بالمشركين وحتى تعبد الأوثان] صحيح رواه الترمذي

    Tidaklah terjadi kiamat sehingga beberapa kabilah dari umatku bergabung dengan musyrikin dan sehingga berhala disembah.

    Soal 17 : Apa hukum berdoa kepada selain Allah seperti para wali?

    Jawaban : Berdoa kepada mereka suatu kesyirikan memasukkan ke neraka.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الشعراء:213)فَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ فَتَكُونَ مِنَ الْمُعَذَّبِينَ

    Maka jangan engkau seru bersama Allah Ilah yang lain maka engkau termasuk orang yang disiksa.

    Dalil dari sunnah :

    [من مات وهو يدعو من دون الله ندّاً دخل النار] رواه البخاري

    Barang siapa mati dan dia menyeru selain Allah sebagai bandingan pastilah ia masuk neraka.

    Soal 18 : Apakah doa itu ibadah kepada Allah?

    Jawaban : Ya doa adalah ibadah kepada Allah ta’aala.

    Dalil dari AlQur’an :

    (غافر: من الآية60)وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ 

    Robbmu berfirman : berdoalah kepadaKu pasti aku kabulkan buat kalian

    Dalil dari sunnah :

    [الدعاء هو العبادة] رواه الترمذي وقال حديث صحيح

    Doa itu ibadah .

    Soal 19 : Apakah orang mati mendengar doa?

    Jawaban : Orang-orang mati tidak mendengar doa.

    Dalil dari AlQur’an :

    (النمل: من الآية80)إِنَّكَ لا تُسْمِعُ الْمَوْتَى 

    Sesungguhnya engkau tidak memperdengarkan orang mati

    (فاطر: من الآية22)وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ

    Dan tidak engkau memperdengarkan orang yang ada dalam kuburan.

    Dalil dari sunnah:

    صحيح رواه أحمد.إن لله ملائكة سياحين في الأرض يبلغون عن أمتي السلام 

    Sesungguhnya Allah memiliki Malaikat-Malaikat yang terbang ke berbagai tempat di bumi menyampaikan kepadaku salam dari umatku.

    Soal 20 : Apakah kita minta bantuan kepada orang mati?

    Jawaban: Kita tidak minta bantuan kepada mereka, bahkan kita istighotsah dengan Allah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (لأنفال: من الآية9)إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ 

    Ingatlah ketika kalian istigotsah kepada Robb kalian maka Dia mengabulkan kalian.

    Dalil dari sunnah :

    [كان إذا أصابه هم أو غم قال : يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث]حسن

    Adalah Nabi jika terkena kesusahan dan kesedihan beliau berdoa : wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai Dzat Yang Mengurusi MakhluqNya dengan rahmatMu aku beristighotsah.

    Soal 21 : Apakah boleh minta pertolongan kepada selain Allah

    Jawaban: Tidak boleh minta pertolongan kecuali kepada Allah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الفاتحة:5)إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

    Hanya kepadaMu lah kami menyembah .

    Dalil dari sunnah :

    [إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله] رواه الترمذي وقال حديث حسن.

    Soal 22 : Apakah kita minta bantuan kepada yang hidup dan hadir?

    Jawaban : Ya apa yang mereka mampu melakukan.

    Dalil dari AlQur’an :

    (المائدة: من الآية2)وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ 

    Tolong menolonglah dalam masalah kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam masalah dosa dan permusuhan.

    Dalil dari sunnah :

    إذا سألت فاسأل الله رواه الترمذي

    Kalau engkau minta mintalah kepada Allah dan jika engkau minta pertolongan mintalah kepada Allah.

    Dalil dari sunnah :

    [والله في عون العبد ما دام العبد في عون أخيه]

    Allah berada dalam membantu seorang hamba, selama hamba tadi dalam membantu saudaranya.

    Soal 23 : Apakah boleh nadzar untuk selain Allah?

    Jawaban : Tidak boleh nadzar kecuali untuk Allah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (آل عمران: من الآية35) رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّراً فَتَقَبَّلْ مِنِّي

    Wahai Robbku sungguh aku bernadzar untukMu apa yang ada dalam perutku sebagai orang yang bebas [untuk berkhidmah di Masjid Al-Aqsho] maka terimalah dariku

    Dalil dari sunnah :

    [من نذر أن يطيع الله فليطعه ومن نذر أن يعصيه الله فلا يعصه]رواه البخاري.

    Siapa yang bernadzar untuk taat kepada Allah hendaklah ia mentaatinya [melaksanakan nadzarnya] barang siapa bernadzar untuk maksiat, janganlah ia mendurhakaiNya [dengan tidak melaksanakan nadzarnya]

    Soal 24 : Apakah boleh menyembelih untuk selain Allah?

    Jawaban : Tidak boleh, karena hal itu termasuk syirik besar.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الكوثر:2)فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

    Maka sholatlah untuk Robbmu dan sembelihlah [untukNya saja].

    Dalil dari sunnah :

    [لعن الله من ذبح لغير الله] رواه مسلم

    Semoga Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah.

    Soal 25 : Apakah boleh thowaf di kuburan?

    Jawaban : Tidak boleh thowaf kecuali di Ka’bah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الحج: من الآية29) وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

    Dan thowaflah kalian di Rumah Atiq [Ka’bah].

    Dalil dari sunnah :

    [من طاف بالبيت سبعا وصلى ركعتين كان كعتق رقبة ] صحيح رواه ابن ماجه.

    Barang siapa yang thowaf di Baitulloh tujuh kali dan sholat dua roka’at, adalah seperti memerdekakan budak.

    Soal 26: Apakah boleh sholat sementara kuburan ada di depan anda?

    Jawaban : Tidak boleh sholat kearah kuburan.

    Dalil dari AlQur’an :

    (البقرة: من الآية144) فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

    Maka arahkan wajahmu ke Al-Masjidil Harom yaitu menghadaplah ke Ka’bah.

    Dalil dari sunnah :

    [لا تجلسوا على القبر ولا تصلّوا إليها]رواه مسلم.

    Janganlah kalian duduk diatas kuburan dan janganlah sholat kepadanya.

    Soal 27 : Apa hukum melakukan sihir?

    Jawaban : Hukumnya melakukan sihir adalah kafir.

    Dalil dari AlQur’an :

    (البقرة: من الآية102) وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْر

    Akan tetapi setan setan itu kafir, mereka mengajari manusia sihir.

    Dalil dari sunnah :

    [ اجتنبوا الموبقات : الشرك بالله، والسحر ......رواه مسلم

    Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan : syirik, sihir…..

    Soal 28: Apakah kita boleh mempercayai dukun dan peramal ?

    Jawaban:Kita tidak boleh mempercayai keduanya dalam memberitakan masalah ghoib.

    Dalil dari AlQur’an :

    (النمل:65)قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

    Katakanlah tidak ada yang di langit maupun di bumi yang mengetaui tentang ghoib kecuali Allah dan mereka tidak sadar kapan dibangkitkan.

    Dalil dari sunnah :

    [من أتى عرافاً أو كاهناً فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد] صحيح رواه أحمد.

    Barang siapa yang mendatangi para normal atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakan sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.

    Soal 29 : Apakah ada yang mengetahui yang ghoib?

    Jawaban : Tidak ada satupun yang mengetahui yang ghoib kecuali Allah.

    Dalil dari AlQur’an :

    [وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ )(الأنعام: من الآية59)

    Dan di sisiNya kunci-kunci ghoib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia.

    Dalil dari sunnah :

    [لا يعلم الغيب إلا الله] حسن رواه الطبراني

    Tidak ada yang mengetahui yang ghoib kecuali Dia [Hadits hasan Riwayat Tobarony]

    Soal 30 :D engan hukum apa kaum muslimin wajib menghukumi?

    Jawaban : Mereka wajib menghukumi dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah

    (المائدة: من الآية44)وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

    Dan siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, mereka adalah orang-orang kafir.

    Dalil dari sunnah :

    [الله هو الحكم وإليه المصير] حسن رواه أبو داود

    Allah adalah penentu hukum, dan kepada-Nya tempat kembali. Hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud.

    Soal 31: Apa hukum undang-undang yang bertentangan dengan Islam?

    Jawaban: Mengamalkannya hukumnya kafir, jika ia membolehkannya.

    Dalil dari AlQur’an :

    )وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ)(المائدة: من الآية49)

    Dan hukumilah diantara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah

    Dalil dari sunnah :

    [ومن لم تحكم أئمتهم بكتاب الله ويتخيروا مما أنزل الله إلا جعل الله بأسهم بينهم شديد ]

    Dan siapa yang pemimpin-pemimpin mereka tidak menghukumi dengan kitab Allah dan memilih dari apa yang Allah turunkan kecuali Allah jadikan permusuhan kuat diantara mereka.

    Soal 32: Apakah boleh bersumpah dengan selain Allah?

    Jawaban : Tidak boleh bersumpah kecuali dengan Nama Allah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (التغابن: من الآية7) بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُن

    Ya pasti dan Demi Pemeliharaku sungguh kalian pasti dibangkitkan.

    Dalil dari sunnah :

    [من حلف بغير الله فقد أشرك] صحيح رواه أحمد

    Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah sungguh telah musyrik [Hadits shohih riwayat Ahmad]

    Soal 33 :Apakah boleh menggantungkan kalung pengaman dan jimat?

    Jawaban :Tidak boleh menggantungkannya, karena termasuk syirik.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الأنعام: من الآية17)وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلا هُو

    Dan jika menimpamu suatu bahaya, maka tidak ada yang bisa menghilangkan kecuali Dia .

    Dalil dari sunnah :

    [من علق تميمة فقد أشرك] صحيح رواه أحمد

    Barang siapa nmenggantungkan azimat maka ia telah musyrik .

    Soal 34 : Dengan apa kita bertawassul kepada Allah?

    Jawaban :Kita tawassul kepada Allah dengan nama-namaNya, sifat-sifatNya dan amal sholeh.

    Dalil dari AlQur’an :

    (لأعراف: من الآية180)وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا 

    Milik Allah nama-nama yang baik maka berdoalah dengannya.

    Dalil dari sunnah :

    [أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك] صحيح رواه أحمد

    Aku mohon kepadaMu dengan segala nama yang dia milikmu, Engkau beri nama dengannya akan DzatMu.

    Soal 35 : Apakah doa memerlukan perantara makhluq?

    Jawaban : Doa tidak memerlukan perantara.

    Dalil dari Al-Qur’an :

    (البقرة: من الآية186)وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

    Jika hambaku bertanya kepadamu tentang Aku sesungguhnya Aku dekat, aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepadaKu

    Dalil dari sunnah :

    [إنكم تدعون سميعاً قريباً وهو معكم] رواه مسلم

    Sesungguhnya engkau berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar Dekat, dan Dia bersamamu.

    Soal 36 : Apa tugas yang diperankan rasul?

    Jawaban : Tugas yang diperankan Rasul adalah menyampaikan wahyu.

    Dalil dari AlQur’an :

    (المائدة: من الآية67)يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ 

    Wahai Rasul sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Robbmu.

    Dalil dari sunnah :

    [اللهم اشهد] مسلم

    Ya Allah saksikanlah. [ini jawaban beliau atas ucapan sahabat yang berkata kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan amanah, dan menasehati]

    Soal 37 : Dari siapa kita mohon syafa’at nabi ?

    Jawaban : Kita mohon syafaat Nabi dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

    Dalil dari Al-Qur’an :

    (الزمر: من الآية44)قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعاً لَه

    Katakanlah hanya milik Allah lah seruruh syafa’at

    Dalil dari sunnah :

    اللهم شفعه في [ أي شفع الرسول صلى الله عليه وسلم في] رواه الترمذي وقال حديث حسن.

    Ya Allah jadikanlah dia [Rasul] pemberi syafa’at untukku.

    Soal 38 : Bagaimana kita mencintai Allah dan Rasulullah ?

    Jawaban :Cinta dengan bentuk ketaatan dan mengikuti perintah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (آل عمران: من الآية31)قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ 

    Katakanlah jika anda mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah mencintai kalian.

    Dalil dari sunnah :

    [لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين] البخاري

    Tidaklah beriman seorang diantara kalian sehingga aku lebih ia cintai dari pada cintanya kepada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia. (HR Bukhori.)

    Soal 39 : Apakah boleh berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah?

    Jawaban : Kita tidak berlebih-lebihan dalam memuji Rasul.

    Dalil dari AlQur’an :

    (الكهف:110)قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ ً

    Katakanlah tiada lain saya hanya seorang manusia seperti kalian, telah diwahyukan kepadaku.

    Dalil dari sunnah :

    [لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم فإنما أنا عبد فقولوا عبد الله ورسوله] البخاري

    Jangan engkau lebih lebihkan saya sebagaimana Nasoro Melebih lebihkan Isa anak Maryam tiada lain saya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya

    Soal 40 : Siapa makhluq pertama kali.

    Jawaban : Dari manusia Adam, dari benda pena.

    Dalil dari AlQur’an :

    (صّ:71)إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِنْ طِينٍ

    Ingatlah ketika RobbMu berfirman kepada Malaikat sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.

    Dalil dari sunnah :

    [إن أول ما خلق الله القلم] رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن

    Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena.

    Soal 41 : Dari apa diciptakan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.

    Jawaban : Allah menciptakan Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam dari nutfah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (غافر: من الآية67)هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَة

    Dialah yang menciptakan kalian dari tanah kemudian dari nutfah.

    Dalil dari sunnah :

    [إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوماً نطفة] متفق عليه

    Sesungguhnya seorang diantara kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya empat puluh hari sebagai nutfah.

    Soal 42 : Apa hukum jihad dijalan Allah?

    Jawaban : Jihad wajib dengan harta, jiwa dan lisan.

    Dalil dari AlQur’an :

    (التوبة: من الآية41)انْفِرُوا خِفَافاً وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ

    Berangkat lah jihad dalam kondisi ringan maupun berat dan berjihad lah dengan harta kalian dan jiwa kalian

    Dalil dari sunnah :

    [جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم] صحيح رواه أبو داود.

    Berjihad lah melawan orang-orang musyrikin dengan harta kalian, jiwa kalian dan lidah kalian

    Soal 43 : Apa wala’ untuk orang beriman ?

    Jawaban : Yaitu cinta, menolong orang-orang yang beriman yang bertauhid.

    Dalil dari AlQur’an :

    (التوبة: من الآية71)وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْض

    Orang beriman laki dan perempuan sebagian mereka sebagai wali sebagian yang lainnya

    Dalil dari sunnah :

    [المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضاً] رواه مسلم

    Orang mukmin bagi mukmin yang lainnya seperti satu bangunan sebagian menguatkan sebagian yang lainnya.

    Soal 44 : Apakah boleh berloyalitas kepada orang kafir dan menolong mereka?

    Jawaban : Tidak boleh berloyalitas kepada orang kafir dan menolong mereka.

    Dalil dari Al-Qur’an :

    (المائدة: من الآية51)وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُم

    Barang siapa mengambil mereka sebagai wali maka sesungguhnya dia termasuk dari golongan mereka .

    Dalil dari sunnah :

    [إن آل بني فلان ليسوا لي بأولياء] متفق عليه

    Sesungguhnya keluarga bani fulan bukan waliku [karena mereka orang kafir]

    Soal 45 : Siapa wali itu ?

    Jawaban : Wali adalah orang beriman yang bertaqwa?

    Dalil dari AlQur’an :

    (يونس:62)أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُون الذين آمنوا وكانوا يتقونَ

    Ketauhilah sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada rasa takut atas mereka juga tidak mereka sedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertaqwa.

    Dalil dari sunnah :

    [إن وليي الله وصالح المؤمنين] متفق عليه

    Sesungguhnya waliku adalah Allah dan orang beriman yang sholeh

    Soal 46 : Untuk apa Allah menurunkan Al-Qur’an.

    Jawaban : Allah menurunkan Al-Quran untuk diamalkan.

    Dalil dari AlQur’an :

    (لأعراف: من الآية3)اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاء

    Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan jangan ikuti wali selainNya.

    Dalil dari sunnah :

    [اقروا القرآن واعملوا به ولا تستكثروا به] صحيح رواه أحمد

    Bacalah AlQur’an dan amalkan, jangan engkau memperbanyak harta dengannya .

    Soal 47 :Apakah kita mencukupkan diri dengan Alqur’an dari hadits.

    Jawaban :Kita tidak mencukupkan diri dengan Al-Qur’an dari hadits.

    Dalil dari AlQur’an :

    (النحل: من الآية44)وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ

    Dan telah kami turunkan peringatan kepadamu agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.

    Dalil dari sunnah :

    [ألا وإني أوتيت القرآن ومثله معه] صحيح رواه أبو داود

    Ketauhilah sesungguhnya aku diberi AlQur’an dan sepertinya bersamanya.

    Soal 48 : Apakah kita mendahulukan satu ucapan diatas ucapan Allah dan rasulNya.

    Jawaban : Kita tidak mendahulukan satu ucapan diatas ucapan Allah dan RasulNya.

    Dalil dari Al-Qur’an :

    (الحجرات: من الآية1)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

    Hai orang-orang beriman janganlah kalian mendahului dihadapan Allah dan RasulNya

    Dalil dari sunnah :

    [لا طاعة لأحد في معصية الله إنما الطاعة في المعروف] متفق عليه

    Tidak ada ketaatan untuk seseorang dalam maksiat kepada Allah, tiada lain ketaatan itu ada dalam hal yang baik .

    Soal 49 : Apa yang kita lakukan jika kita berselisih?

    Jawaban : Kita kembali kepada kitab dan Sunnah.

    Dalil dari AlQur’an :

    (النساء: من الآية59)فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

    Dan jika kalian berselisih maka kembalikan kepada Allah dan Rasul.

    Dalil dari Sunnah

    [تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله] صحيح

    Aku telah tinggalkan dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu kitab Allah dan sunnah rasulNya.

    Soal 50 : Apa bid’ah dalam agama itu?

    Jawaban : Semua yang tidak ada dalil syar’i atasnya.

    Dalil dari Al-Qur’an :

    (الشورى: من الآية21)أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّه

    Apakah mereka punya sekutu yang mensyare’atkan buat mereka dari agama yang tidak Allah izinkan.

    Dalil dari sunnah :

    [من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ] متفق عليه

    Barang siapa yang mengada-adakan dalam perkara kami ini, apa yang bukan darinya maka ia tertolak

    Soal 51 : apakah ada bid’ah yang baik?

    Jawaban : Tidak ada bid’ah yang baik.

    Dalil dari Al-Qur’an :

    الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ (المائدة: من الآية3)نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً

    Pada hari ini aku telah sempurnakan buat kalian agama kalian, Telah aku sempurnakan nikmatKu atas kalian dan Aku telah Ridhoi Islam buat kalian sebagia diin

    Dalil dari sunnah :

    [إياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة] صحيح رواه أبو داود

    Jauhilah oleh kalian semua yang diada adakan, karena semua yang diada adakan itu bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat

    Soal 51 : Apakah dalam Islam ada sunnah yang baik?

    Jawaban : Ya seperti orang yang memulai perbuatan baik supaya ditiru.

    Dalil dari Al-Qur’an :

    (الفرقان: من الآية74) وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

    Dan jadikanlah aku imam untuk orang-orang yang bertaqwa.

    Dalil dari sunnah :

    [من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده] رواه مسلم.

    Barang siapa yang mencontohkan sunnah yang baik baginya pahalanya dan pahala yang melakukannya setelahnya.

    Soal 53 :Apakah cukup bagi seorang untuk memperbaiki diri sendiri?

    Jawaban :Harus memperbaiki diri sendiri dan keluarganya?

    Dalil dari Al-Qur’an :

    (التحريم: من الآية6)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً 

    Hai orang-orang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.

    Dalil dari sunnah :

    [إن الله تعالى سائل كل راع عما استرعاه أحفظ ذلك أم ضيعه] حسن

    Sesungguhnya Allah ta’aala akan meminta pertanggungan jawaban setiap pemimpin dari apa yang dipimpinnya apakah menjaganya atau menyia-nyiakannya.

    Soal 54 : Kapan kaum muslimin menang?

    Jawaban : Jika mengamalkan kitab Robb [Pemelihara] mereka dan sunnah nabi mereka ?

    Dalil dari AlQur’an :

    (محمد:7)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

    Hai orangorang yang beriman jika kalian menolong Allah, Allah pasti menolongmu dan meneguhkan kaki kalian.

    Dalil dari sunnah :

    [لا تزال طائفة من أمتي منصورين] صحيح رواه ابن ماجه

    Tidak henti-hentinya segolongan dari umatku menang tertolong.

    الحمد لله رب العالمين.

    Dinukil dari عقيدة المسلم, “Aqidah Setiap Muslim”, Penulis : Syaikh Muhammad Jamil Zainu

    Dikutip dari http://www.salafy.or.id Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu rohimahullahu ta'ala, judul asli: Aqidah Seorang Muslim – Tanya Jawab I-VI